Oregairu 2 Bab 1 Bagian 1

==========================================================
Buset... Ternyata malah ane lanjutin...
Kalau mau tahu soal s-CRY-ed dan jurus-jurusnya silakan lihat wiki maupun wikipedia-nya...
Lalu, "Bekerja itu untuk dipercundangi" diambil dari frasa Hataraitara make (働いたら負け) yang populer di kalangan anak muda di Jepang... Itu adalah ucapan yang umum dilontarkan para pelajar maupun pengangguran yang meyakini bahwa tak ada gunanya bekerja jika hasil yang didapat tak sepadan dengan yang dikerjakan...
Selamat Menikmati...
==========================================================


Survei Tur Lapangan Kerja Prospektif




Survei Tur Lapangan Kerja Prospektif
__________________________________________________________
SMA Soubu                                                                                        Kelas II - F
__________________________________________________________

Hachiman Hikigaya
__________________________________________________________
__________________________________________________________
1. Karier yang Diinginkan:
__________________________________________________________

Bapak Rumah Tangga
__________________________________________________________
2. Tempat Kerja yang Diinginkan:
__________________________________________________________

Rumah Sendiri
__________________________________________________________
3. Tuliskan Alasan Saudara:
__________________________________________________________

Menurut orang bahari, bekerja itu untuk dipercundangi.
Kerja fisik adalah sebuah tindakan membahayakan diri agar bisa memperoleh penghasilan. Bisa dibilang, pekerjaan ideal adalah pekerjaan yang bisa memperoleh penghasilan semaksimal mungkin dengan resiko yang seminimal mungkin. Anak perempuan (sebelum remaja) akan berkata, "Saat dewasa nanti, saya ingin menjadi seorang pengantin," itu bukan karena ia sedang bersikap manis, tapi lebih karena naluri biologis mereka sendiri.
Maka dari itu, pilihan karier tak bekerja agar menjadi bapak rumah tangga sudah benar-benar tepat dan wajar. Harapan saya terhadap tur lapangan kerja ini adalah untuk mengakrabkan diri pada lingkungan seputar bapak rumah tangga, yaitu dengan cara menetap di rumah sendiri.
QED.

__________________________________________________________


Bab 1 - Begitulah, Yui Yuigahama Memutuskan Untuk Belajar

Bagian 1


Salah satu bagian dari ruang guru dibuat menjadi sebuah area penerima tamu. Sebuah sekat memisahkan sofa kulit berwarna hitam serta meja kacanya dari bagian ruang guru lainnya. Ada sebuah jendela di dekatnya yang bisa melihat langsung pemandangan perpustakaan dari sana.

Semilir angin di awal musim panas berhembus melalui jendela yang terbuka, dan selembar kertas tipis menari mengikuti ayunan angin. Adegan sentimental itu sampai mencuri hatiku, dan mataku mengikuti pergerakan sepotong kertas tersebut, penasaran akan seperti apa caranya jatuh ke lantai. Pelan dan perlahan. Bagaikan air mata yang berlinangan, kertas itu berayun-ayun jatuh ke lantai.

Kemudiantercabik. Sebuah hak sepatu runcing menghujam kertas tersebut layaknya sebuah tombak.

Sepasang kaki yang gemulai menyilang di hadapanku. Aku tak bisa melepaskan perhatianku pada betapa jenjang dan anggunnya kaki tersebut yang terbalut lewat setelan jas dan celana panjang yang ketat itu.

Setelan jas memang cukup modis, namun daya tariknya sering memberi ketidakpuasan. Wanita yang menggunakan pantyhose akan memenuhi kriteria seksi jika dipadankan dengan rok, namun ketika kaki itu tersembunyi oleh setelan jas dan celana panjang, itu malah tampak seolah tidak sopan dan terkesan kurang ajar. Jika kaki wanita tersebut kurus dan tak memiliki daya tarik seksual, maka tak ada gunanya memakai setelan jas dan celana panjangyang ada malah terlihat mengerikan.

Tapi sepasang kaki yang ada di hadapanku ini berbeda. Kaki tersebut punya keseimbangan yang sempurna. Bisa dibilang, Rasio Emas itu berlaku.

Ah, tapi itu tak berlaku pada kaki beliau. Rompi ketat itu dengan halus menonjolkan bentuk lekukan tubuh beliau, dan lekukan tersebut berujung pada puncak payudara besar di hadapan .... Oh, inikah Gunung Fuji? Tubuh beliau benar-benar bagus dari ujung kepala hingga ujung kaki layaknya sebuah biolatapi bukan sekadar biola biasa. Terpampang mantap, sesempurna buatan Stradivarius.

Masalahnya adalah beliau sudah bagaikan wujud patung Buddha yang tampak murka dan mengerikan, yang dibuat oleh tangan-tangan genius. Yang sudah begitu menakutkan jika dilihat dari sudut pandang seni, budaya maupun sejarah.

Sewaktu beliau sedang tanpa sadar mengunyah filter rokoknya, Bu Hiratsuka selaku guru bahasa Jepang-ku menatapku hina. "Hikigaya. Kau sudah tahu apa salahmu, 'kan?"

"Ti-tidak tahu ...."

Konsentrasi yang tinggi tak pernah lepas dari mata besarnya, dan aku dengan cepat memalingkan wajah.

Segera setelahnya, Bu Hiratsuka mulai menggertakkan kepalan tangannya. Yang bisa kudengar hanyalah suara pertanda dari mendekatnya kematianku. "Jangan bilang kalau kau tidak tahu."

"Ti-tidak tahu? saya tadi bilang, Tahu, kok! Ibu salah dengar! Saya sudah mengerti juga, kok! Nanti saya tulis ulang lagi! Yang penting jangan pukul saya, ya, Bu."

"Baguslah kalau kau mengerti. Huh ..., Ibu kira kau sudah sedikit berubah."

"Yah, soalnya moto saya itu kalau sudah diniatkan, ya harus dituntaskan, Bu," ujarku sambil tersenyum sumringah.

Bisa kurasakan alis Bu Hiratsuka sudah berkernyit di dahinya.

"... ternyata pilihan yang tersisa hanyalah menghajarmu saja, ya? Lagi pula, di TV orang-orang akan saling menghajar setiap kali mereka mau melangkah maju."

"Ja-ja-jangan, jangan lakukan itu pada tubuh saya yang peka. Lagi pula, acara-acara TV belakangan ini sedikit ada muatan kekerasannya. Itu malah tambah menunjukkan berapa umur Ibu!"

"Kurang ajar ...! Shougeki no First Bullet (Peluru Pertama Pengejut)!"

Melesak. Seruan beliau itu tak ada apa-apanya bila dibandingkan suara tertahan yang dihasilkan tinjunya saat tenggelam dalam perutku.

"... urk."

Sesaat aku menengadahkan kepalaku dengan lemahnyabersama hidupku yang terombang-ambing di hadapanku iniBu Hiratsuka sudah terkikih dengan menjijikkannya. "Kalau tak ingin merasakan Gekimetsu no Second Bullet (Peluru Kedua Penghancur) milik Ibu, mulai sekarang kau lebih baik diam saja."

"Am-ampun ...," mohonku tak berdaya. "Tolong jangan habisi saya dengan Messatsu no Last Bullet. (Peluru Penghabisan Pemusnah)"

Bu Hiratsuka lalu menjatuhkan dirinya ke kursi dengan rasa puas. Beliau menyeringai lebar saat melihatku cepat-cepat mengalah akibat terkena serangannya. Beliau adalah tipe orang yang tanpa sadar lupa jika ucapan maupun tindakannya terasa begitu menyedihkan. Biarpun begitu, beliau sebenarnya pribadi yang cantik dari dalam.

"s-CRY-ed itu tontonan yang bagus, 'kan ...? Syukurlah kalau kau cepat mengerti, Hikigaya."

Ralat. Beliau memang menyedihkan. Tampaknya beliau hanya bisa tertawa oleh leluconnya sendiri.

Belakangan ini aku jadi tahu seperti apa hobi Bu Hiratsuka. Intinya, beliau itu suka manga dan anime yang menegangkan. Aku malah mempelajari hal-hal yang tak begitu kupedulikan, alamak.

"Nah, Hikigaya. Ibu mau tanya lagi supaya jelas. Apa maksud dari tulisan sampahmu ini?"

"Tak seharusnya Ibu bicara sekasar itu pada muridnya ...."

Bisa lebih mudah kalau aku hanya disuruh mengarang sesuatu, namun karena aku sudah menyalurkan semua pemikiranku ke lembar kertas itu, aku jadi tak punya lagi jawaban untuk antisipasi. Jika setelah membacanya beliau tetap tak bisa mengerti, ya, itu masalah beliau sendiri.

Bu Hiratsuka mengembuskan asap rokoknya sambil menatap tajam ke arahku seolah beliau bisa melihat langsung ke dalam diriku dan tahu apa yang kupikirkan. "Ibu mengerti seperti apa kacaunya kepribadianmu itu, meski begitu, Ibu sempat berpikir kalau kau sudah sedikit berubah. Apa menghabiskan banyak waktu di Klub Layanan Sosial sama sekali tak berpengaruh padamu?"

"Eng-eng ...," jawabku sambil mengingat-ingat masa-masaku di tempat yang namanya Klub Layanan Sosial itu.

Sederhananya, tujuan dari Klub Layanan Sosial itu adalah mendengarkan kekhawatiran murid-murid lain lalu menyelesaikan permasalahan mereka. Tapi kenyataannya, klub itu hanyalah ruang karantina di mana para anak yang tak bisa bergaul dengan sesamanya berkumpul bersama. Aku berada di situasi di mana aku dipaksa membantu orang lain agar bisa memperbaiki kepribadianku yang kacau, namun karena hal tersebut sama sekali tak berdampak padaku, maka tingkat ikatan emosionalku pada klub pun hampir tidak ada. Mau bagaimana lagi?

... biarpun begitu, Totsuka tetap manis. Yak, memang seperti itu.

"Hikigaya ..., tiba-tiba matamu sudah seperti orang sakit. Liurmu keluar."

"Eh?! Ah, sial ...," buru-buru kuseka mulutku dengan lengan kemejaku.

Bahaya sekali. Ada sesuatu yang bangkit dalam diriku.

"Kau sama sekali belum berkembang," ujar Bu Hiratsuka setelah diam sejenak. "Kau malah jadi tambah menyedihkan."

"Eng .... Saya rasa saya tidak semenyedihkan Ibu ...," gumamku. "Yah, menyebut soal s-Cry-ed memang hal yang biasa dibicarakan oleh orang seumur"

"Messatsu no ...."

"Maksud saya, itu adalah hal wajar bagi wanita dewasa seperti Ibu. Saya sungguh kagum akan kepedulian Ibu dalam menyebarkan karya klasik. Sungguh! Ibu benar-benar hebat!" ceplosku. Kulakukan apa saja supaya bisa menghindari pukulan beliau.

Ternyata berhasil. Bu Hiratsuka sudah menurunkan kepalan tinjunya. Namun beliau menatapku dengan tatapan tajam yang mengingatkanku akan seekor hewan buas. "Huh ...." akhirnya beliau bicara. "Ya sudah, kumpulkan saja lagi Formulir Survei Tur Lapangan Kerjamu. Kalau sudah selesai, hitung formulir surveinya sebagai hukuman karena sudah menyakiti perasaan Ibu."

"... siap."

Di depan mataku terlihat tumpukan kertas yang sudah menggunung. Menyortir satu persatu lembaran kertas ini memang melelahkan. Sama seperti bekerja di pabrik roti. Atau mungkin penjaga pantai.

Berduaan dengan guru perempuan seperti ini sama sekali bukan perkembangan yang membuat hati berdebar. Dan sudah pasti jika beliau memukulku, takkan mungkin aku terjatuh lalu secara tak sengaja menyentuh payudaranya. Itu semua hanyalah omong kosong. Cuma kebohongan! Aku mau semua penulis naskah permainan simulasi kencan juga pengarang light novel untuk meminta maaf atas hal ini.

5 tanggapan:

Unknown mengatakan...

Keren

Semoga di lanjutkan :D

Cucundoweh mengatakan...

Akan ane usahakan gan...
Terima kasih sebelumnya...

Unknown mengatakan...

Izin baca gan..
Semangat terus ya gan!

Cucundoweh mengatakan...

Silakan gan...
Terima kasih ya atas dukungannya...

FMI mengatakan...

Wah, akhirnya dilanjutin lagi ya.
baru buka blog lagi, kaget ternyata ln dilanjutin lagi.
trus lanjut ya gan. kalo bisa terus terurut ya nggak longkap2 chapater ato volumenya.
Semangat for TL!!

Posting Komentar

 
;