Oregairu Bab 6 Bagian 4

==========================================================
Sementara ini, dosa yang lalu sudah ditebus... Jadi LN-nya lanjut lagi...
Kembali dengan penjabaran cerita yang lebih panjang dari anime-nya... Termasuk serba-serbi mengenai Saika juga Hachiman... (yang pastinya gak disebutkan di anime-nya)
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 6 - Akan Tetapi, Saika Totsuka Mau Saja Menurut

Bagian 4


Beberapa hari setelahnya, aku kembali mengikuti pelajaran Olahraga.

Karena sudah berulang kali melakukan sesi latihan dengan tembok, aku pun menjadi ahli dalam memukul bola tenis ke tembok. Pada titik ini, aku bisa memainkan reli dengan tembok tanpa perlu melangkah ke mana-mana.

Seusai pelajaran esok nanti, kami akan mulai mengadakan beberapa pertandingan tenis. Dengan kata lain, hari ini adalah terakhir kalinya aku bisa berlatih tenis dengan reli saja.

Ini memang benar-benar latihan reli terakhirku, jadi kupikir aku akan melakukannya dengan sungguh-sungguh, tapi kemudian, aku merasa ada yang mencolek bahu kananku.

Apa mungkin ada seekor peri di belakangku? Lagi pula, tak ada yang mau bicara denganku, jadi ini pasti semacam fenomena supernatural.

Aku menoleh, ketika kurasakan sebuah jari mencolek pipi kananku.

"Ahaha, kena, deh~"

Ternyata itu Saika Totsuka yang sedang tersenyum manis kepadaku.

Uuh, perasaan apa ini...? Hatiku berdegup kencang. Andai ia bukan lelaki, mungkin aku sudah mengajaknya pacaran dan ditolak saat itu juga. Waduh, jadi aku sudah mengira kalau bakal ditolak, nih?

Soalnya, saat melihat Totsuka mengenakan seragam biasa, rasanya tak ada yang istimewa seperti lelaki kebanyakan, namun sewaktu ia mengenakan seragam olahraga, yang tak ada bedanya biar lelaki maupun perempuan, jenis kelamin yang dimilikinya begitu meragukan. Kalau saja kaos kakinya berwarna hitam dan dilipat lebih tinggi di atas pergelangan kakinya, keraguan itu pasti akan sirna.

Lengan, kaki, juga pinggangnya begitu ramping, dan kulitnya putih langsat.

Yah, memang benar kalau ia tak punya payudara yang besar, tapi tak berarti Yukinoshita juga punya.

Entah kenapa, aku merasa bulu kudukku merinding.

Setelah agak mereda, aku lalu bicara pada Totsuka yang sudah berdiri sambil tersenyum di sana.

"Ada perlu apa?"

"Ah. Begini, anak yang biasanya kuajak berpasangan hari ini tak masuk sekolah. Jadi, eng... kalau boleh, mau tidak kau jadi partnerku?"

Sial, harusnya ia jangan melihat sambil menengadah begitu. Ia jadi kelihatan begitu manis. Arghh, kenapa ia sampai tersipu segala?

"Ahh, boleh. Lagi pula, aku juga sedang tak punya pasangan."

Maaf, Tembok. Hari ini aku tak bisa main denganmu...

Setelah meminta maaf pada tembok dan beralih ke Totsuka, ia lalu tampak lega. "Fiuh... syukurlah!" Gumamnya.

Sial, mendengarnya malah membuatku gugup. Dirinya terlihat benar-benar manis.

Menurut cerita Yuigahama, karena penampilan Totsuka yang seperti itu, beberapa perempuan di sekolah kami mulai menjulukinya Sang Pangeran. Oh, jika melihat Totsuka sebagai lelaki manis yang punya sisi feminin, nama itu memang sangat cocok. Ditambah, julukan Sang Pangeran juga membuat kita ingin melindunginya.

Begitulah, latihan bebasku dengan Totsuka pun dimulai.

Totsuka merupakan bagian dari Klub Tenis, jadi tak mengejutkan kalau permainannya bagus.

Ia bisa menangani servis yang telah kukuasai sewaktu sesi memukul bola ke tembok, dan mengembalikannya ke arahku.

Seusai kami mengulang gerakan itu berkali-kali, Totsuka mulai membuka pembicaraan, seakan ia hampir mulai merasa bosan.

"Sudah kuduga, Hikigaya cukup hebat."

Karena jarak kami agak jauh, Totsuka mengatakannya dengan perlahan.

"Aku sangat hebat soal memukul bola ke tembok, jadi menguasai tenis itu perkara mudah."

"Itu skuas, bukan tenis..."

Dengan perlahan, sambil saling melempar kalimat, Totsuka dan aku lanjut bergantian memukul bola. Walau anak lain di sekitar kami gagal memukul maupun mengembalikan bola mereka, namun reli panjang kami tetap berlanjut.

Kemudian, reli kami pun berhenti. Totsuka menangkap bola yang melambung ke arahnya.

"Ayo istirahat dulu."

"Ayo."

Kami lalu duduk bareng. Kenapa ia harus duduk di sampingku? Rasanya agak aneh, 'kan? Ketika ada dua anak lelaki duduk bareng, bukankah lebih normal jika mereka duduk saling berhadapan atau saling bersilangan? Bukankah ia duduk terlalu dekat? Bukankah sudah terlalu dekat?

"Begini... aku ingin meminta saran darimu, Hikigaya..."

Ujar Totsuka dengan tampang serius.

Begitu rupanya. Kalau ia ingin diam-diam meminta saran dariku, maka kurasa kami memang harus sedekat ini. Itu sebabnya ia duduk begitu dekat denganku, ya 'kan?

"Saran, ya...?"

"Iya. Ini sebenarnya tentang Klub Tenis kami... kau tahu, 'kan? Kami memang tak begitu hebat. Kami juga tak punya banyak anggota. Dan jika para anak kelas tiga lulus pada turnamen berikutnya, kami akan jadi lebih lemah. Ada banyak murid baru yang bergabung namun mereka belum pernah bermain tenis sebelumnya, jadi mereka masih belum terbiasa... dan karena kami begitu lemah, motivasi kami pun berkurang. Maksudku, bukan berarti orang-orang perlu bersaing dalam olahraga yang dimainkannya, jadi..."

"Begitu."

Itu masuk di akal. Sebenarnya, itu mirip seperti masalah yang biasa dihadapi oleh tim olahraga kecil dan lemah.

Kalau tim kita tak begitu hebat, orang-orang takkan bergabung. Dan kalau tak banyak orang di dalamnya, maka takkan ada yang mau bersaing untuk posisi sebagai pemain inti.

Bahkan andai kita izin atau bolos saat latihan, kita masih bisa bermain saat turnamen. Dan selama kita masih dimainkan dalam pertandingan, kita akan merasa bahwa kita sudah cukup berkontribusi. Tentunya ada banyak orang yang sudah merasa puas dengan hal demikian meski mereka tak memenangkan pertandingan apa pun.

Pemain-pemain yang seperti itu takkan bisa berkembang. Dan karena hal tersebut, timnya tak punya harapan untuk menarik perhatian pemain-pemain baru. Dan itu akan terus berlanjut seperti lingkaran setan.

"Jadi... jika Hikigaya tak keberatan, maukah kau bergabung ke Klub Tenis?"

"...hah?"

Apa maksudnya itu...?

Totsuka melihat rasa bingung yang tampak di mataku ini, dan ia terlihat berkecil hati sewaktu merangkul lututnya. Ia sesekali melirik ke arahku dengan tatapan memohon.

"Hikigaya hebat bermain tenis, dan menurutku kau bisa berkembang lebih baik lagi. Bahkan kurasa kau bisa memotivasi yang lainnya juga. Dan... kalau bersamamu, Hikigaya, kurasa aku juga bisa berusaha lebih keras lagi. E-eng... bukan dalam artian yang aneh-aneh! Hanya saja, aku ingin lebih hebat lagi bermain tenis!"

"Tak masalah kalau kau lemah... aku akan melindungimu."

"...apa?"

"Ah, maaf. Cuma asal bicara."

Melihat kepolosan Totsuka malah membuatku mengatakan hal-hal tak jelas, padahal harusnya aku bersikap serius tadi. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya begitu manis. Saking manisnya sampai-sampai aku hampir setuju untuk bergabung ke klubnya. Aku hampir mengangkat tanganku layaknya orang yang hendak bertarung demi memperebutkan potongan kue terakhir di kantin.

Namun tak peduli seberapa manisnya Totsuka, ada permintaan yang tak mungkin bisa kupenuhi.

"...maaf. Sepertinya aku tak bisa..."

Aku kenal baik siapa diriku.

Aku tak merasa akan bisa pergi ke klub setiap harinya, dan aku tak yakin bakal mau melakukan aktivitas fisik di setiap paginya. Satu-satunya yang mau melakukan hal tersebut hanyalah para manula yang melakukan tai chi di taman. Lagi pula, ucapan, Aku sudah tak sanggup, nih~~~... telah menjadi moto favoritku. Walau terdengar seperti meniru Korosuke, yang merupakan karakter dari seri Kiteretsu, namun yang kutekankan di sini adalah kalau ujung-ujungnya aku juga bakal keluar dari klub itu. Bahkan saat pertama kalinya aku bekerja paruh waktu, aku justru mangkir selama tiga hari.

Jika orang sepertiku bergabung dalam Klub Tenis, aku yakin kelak bakal membuat Totsuka lebih depresi lagi.

"...begitu..."

Totsuka tampak kecewa. Di sisi lain, aku sedang berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menghadapi situasi macam ini.

"Eng, yah... tak perlu cemas. Aku akan memikirkan cara lain."

Padahal aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Terima kasih. Aku jadi merasa agak baikan setelah bicara denganmu, Hikigaya."

Totsuka lalu tersenyum padaku, tapi aku tahu kalau rasa tenang di pikirannya itu hanyalah sementara. Di saat bersamaan, sebagian diriku juga merasakan hal yang sama, meski itu cuma sementara, jika Totsuka merasa tenang, pada hakikatnya hal tersebut cukuplah bermakna.



14 tanggapan:

Anonim mengatakan...

petamaxxx ..
arigato gan ...
ditunggu kelanjutannya ...

Cucundoweh mengatakan...

Keduax...
Sama-sama gan...

Anonim mengatakan...

Hikigaya homo! Atau mungkin Totsuka memang manis, ya? Kayak model-model Androgini begitu...

Ditunggu lanjutannya, gan. Tetap semangat!

Cucundoweh mengatakan...

Hkhkhkhk... Tapi selama "barang"-nya Saika belum dikasih lihat, jenis kelaminnya masih belum bisa dipastikan... Hkhkhk...
Oke gan... Terima kasih dukungannya...

Unknown mengatakan...

Puasa woi.... dasar author mesum :v

Unknown mengatakan...

bab yang penuh dengan HachimanxSaika :v zzzz

daga otoko da!

Cucundoweh mengatakan...

Kalau sudah buka kan gak apa-apa gan... Hkhkhk...

Cucundoweh mengatakan...

So sweet ya gan...
Serasa Hatsukoi... Hkhkhkk...

Unknown mengatakan...

:v terimakasih atas terjemahannya... saya harapkan bisa lanjut terus. :v saya suka oregairu.
Sukses buat blog ini :D

Cucundoweh mengatakan...

Sama-sama gan, terima kasih kembali atas dukungannya...

Unknown mengatakan...

Ini LN kece Badai dah pokonya
siap menunggu buat bab selanjutnya......!!

Anonim mengatakan...

lanjutanya knp ni gan ?

Cucundoweh mengatakan...

Sip... Ditunggu, ya...

Cucundoweh mengatakan...

Maksudnya "kapan" gitu gan...?
Kalau gak ada halangan, besok malamlah ane update...

Posting Komentar

 
;