Netoge Jilid 1 Bab 2

=========================================================
Judul bab, マスター・オブ・現代通信電子遊戯部 (Master of Gendai tsuushin denshi Yuugi-bu) adalah pelesetan dari gim MMORPG Jepang yang berjudul, マスター・オブ・エピック -ザ・レゾナンスエイジ・ユニバース- (Master of Epic -The ResonanceAge Universe-)...
Seri ini bisa kalian baca lebih cepat satu hari di I-Fun Novel...
Selamat menikmati...
=========================================================


Bab 2 - Master of Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern


Hal pertama di pagi ini setelah kuputuskan untuk menganggapnya seperti hari biasanya,

"... se-selamat pagi, Nishimura."

"...."

Dari awal saja sudah tidak sesuai rencana.

Orang yang menyapaku dengan suara cemprengnya yang khas sewaktu aku duduk itu adalah Shiu ..., eh, Segawa.

Oi, kenapa tidak abaikan saja orang sepertiku ini ketimbang berakting sepayah tadi? Apa itu semata hanya karena harga diri saja?



Tanpa punya pilihan lain, aku berusaha membalas sapa semampunya.

"Pa-pagi, Segawa."

Ya, sungguh terasa normal.

Secara pribadi, aku merasa puas dengan betapa amannya balasanku.

"Hah? Kenapa kamu mendadak bicara padaku?"

Namun Segawa malah memuntahkan itu dengan wajah tidak senang.

"Tunggu, bukankah tanggapanmu tadi sangat tidak wajar?!"

Padahal dia yang menyapaku duluan, 'kan?! Dasar ceroboh, jadi diri sendiri saja sana!

"Eh, tunggu .... Aku sudah bilang jangan sok akrab denganku, 'kan?!"

"Bukankah ini gara-gara kamu?! Jalannya pembicaraan kita juga jadi aneh!"

"Kamu memang hina, kenapa juga harus sedetail itu?"

"Nah, itu baru Segawa yang asli. Kuberi nilai delapan puluh, deh."

"Sudah kubilang, jangan ...."

Seorang murid perempuan — yang aku lupa namanya — datang dari samping sewaktu kami berbicara.

"Wah, hari ini kalian tampak akrab, ya, Nishimura-kun, Akane-chan?"

Siapa dia ini? Aku benar-benar membiasakan diri untuk menahan pikiran-pikiran semacam ini.

Sambil menyembunyikan ketidaktahuanku akan namanya, dengan wajah datar kutanggapi,

"Yah, begitulah."

Jawabku seolah ini gurauan bagi mereka yang paham seperti apa hubungan kami biasanya.

Meski begitu, kelihatannya Segawa tidak menganggapnya demikian.

"Ap— bagaimana mungkin aku bisa akrab dengan orang semenjijikkan dia?! Konyol banget!"

"O-oh?!"

"A-Akane-chan?"

Segawa mengatakannya dengan nyaring.

Cukup nyaring untuk membuat semua orang di dalam kelas terdiam tanpa kata.

"Ah, eng ...."

Tatapan sunyi dari segala penjuru terpusat ke arahku, termasuk Segawa serta murid perempuan tadi yang kini sedang terpaku.

Tekanan nyata dari tatap mata yang tidak terhitung jumlahnya itu membuatku menundukkan kepala dalam kebingungan.

“Ma-maaf, Segawa. Itu salahku"

Aku memohon maaf dibarengi tatapan orang-orang ke arahku.

"Aku juga minta maaf, Akane."

"Eh, bu-bukan ...."

Segawa langsung tergagap karena perkembangan yang terjadi di luar perkiraannya ini.

Tatapan yang terarah dari segala penjuru seolah berkata, Astaga, kasihan sekali Nishimura. Omong-omong, Segawa kejam juga, ya.

Karena teman-teman sekelasku tidak tahu apa-apa, aku pasti tampak menyedihkan di mata mereka. Tapi bukan itu yang terjadi. Ini hanya pertengkaran kecil antara dua orang yang tahu batasannya masing-masing.

Walaupun begitu, aku sendiri tidak mampu menjelaskannya. Lagi pula, kami pun nantinya bisa kesulitan kalau pembahasannya langsung beralih ke LA.

"—menjengkelkan!"

Setelah mengucapkan itu, Segawa lalu melempar barang-barangnya ke kursinya dengan kasar.

Wah, seram. Aku menyesal, sungguh.

Lagi pula, aku juga tidak bisa begitu saja menyatakan diri sebagai yang bersalah.

"Maaf, Nishimura-kun, karena mengatakan hal barusan, kamu jadi ...."

"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa. Hahaha ...."

Murid perempuan tadi — yang langsung menundukkan kepalanya itu — sebenarnya cukup manis kalau dilihat dari dekat. Walau aku tidak ingat namanya.

"Hahaha, memangnya kamu ini pasukan berani mati seperti Maeda?"

"Apaan? Bukan seperti itu juga."

"Hei, jangan bilang begitu, dia baik-baik saja, dia sudah punya waifu-nya sendiri."

"Bukankah waifu-nya itu bukan makhluk 3D?"

"Justu yang dicari Nishimura itu yang bukan 3D. Betul, 'kan?"

Para murid lelaki mendekatiku, mungkin untuk menghiburku setelah diteriaki oleh teman sekelas yang pemarah tadi.

Sungguh kawan-kawan yang baik. Yah, andai saja mereka bisa menyaring setiap ucapan yang keluar dari mulut mereka.

"Astaga, kalian bicara sembarangan .... asal tahu, ya, istriku tidak kalah manis. Ditambah, dia juga setia."

"Iya, iya, istrimu. Iya, 'kan?"

"Iya, paham. Kami sudah paham."

"Dengarkan yang betul! Jangan menatapku seperti orang kasihan begitu!"

"Ketemu juga, Rusian!"

Sebuah suara sejernih bunyi lonceng, bergema ke seluruh ruang kelas dan menghentikan percakapan kami.

Suara yang tidak akrab bagiku, tapi masih bisa kukenal.

Suara itu berasal dari pintu masuk kelas. Kutolehkan pandanganku, dan disana ada seorang murid berpostur mungil yang rambut hitamnya hampir menutupi mata— eh, itu, Ako, 'kan?

"A— Tamaki-san?"

Aku berhasil menahan diri sebelum memanggilnya Ako. Nyaris saja. Bisa menjadi masalah jika teman-teman sekelas tahu kalau aku memanggil nama depannya tanpa ada sebuah hubungan nyata yang kumiliki dengannya.

Sebaiknya atasi ini dengan berpura-pura bodoh saja.

"Dia bukan dari kelas ini, 'kan?"

"Eh, dia cantik sekali. Kamu kenal dia?"

"Tidak, aku tidak punya info tentangnya. Mungkin karena aku tidak pernah melihat dia di sekolah?"

"... lalu, Rusian? Itu nama siapa?"

Satu kata barusan mengirim sentakan ke tubuhku.

"En-entahlah. Siapa, ya?"

Na-nama karakterku dipanggil. Dan itu di depan semua teman sekelasku.

Sial, ini memalukan. Sangat memalukan. Sama memalukannya seperti perkenalan diri tempo hari.

Rasanya seperti suatu sejarah kelam yang tidak pernah ingin orang lain lihat — baik sekarang maupun nanti — sedang diungkapkan.

Terlebih, kenapa Ako di sini? Jika ada yang ingin dia tanyakan padaku, bukankah bisa lain waktu saja? Kumohon pergilah, pergilah sekarang juga!

"...! ...!"

Aku menatap ke arah Ako, memohon padanya untuk kembali dengan tatapanku.

Ako tersenyum lebar menanggapinya.

"Selamat pagi, Rusian!"

Kemudian langsung maju mendatangi mejaku.

Kenapa begini?! Padahal aku dapat berkomunikasi dengan Master dan Shiu hanya lewat tatapan saja! Kenapa istriku sendiri — Ako — malah tidak mengerti?!

"... eh, Nishimura, kamu kenal dia?"

"Tidak, rasanya aku tidak ...."

Ako sudah ada di depanku sebelum aku sempat menjawab pertanyaan itu.

Wajahnya yang menunjukkan senyum ceria itu, tampak penasaran dengan keberadaan diriku di sini.

"Rupanya kamu di Kelas 1-2, Rusian? Aku mencarimu karena belum tahu di mana kelasmu, Rusian, jadi hampir semua kelas sudah kudatangi."

Ako dengan lancar melanjutkan selagi aku menunduk sambil menggelengkan kepala dalam penyangkalan.

Ah, sial, ruang kelas semakin sunyi.

Bisa kurasakan kalau seluruh pasang mata sedang menatapku.

Hentikan, kalian menyiksaku! Aku bisa mati karena malu!

Ah, tatapan itu datang dan seolah berkata, Eh, Nishimura menyebut dirinya Rusian? Wah, dia memang otaku tulen, hahaha! aku tidak sanggup menghadapinya! Bahkan otaku terbuka sepertiku ini juga punya hal yang tidak bisa kutangani!

Akhirnya salah seorang teman di sebelahku membuka mulut.

"Rusian .... Maksudnya kamu?"

"Wuaaah! Tidak, bukan begitu! Bagaimana, ya, ini seperti nama peliharaan, atau semacamnya, atau yah, bagaimana menjelaskannya, ya, yah, semacam itulah!"

Hentikan!

Jangan melihatku!!

Jangan melihat sisi Rusian-ku ini!

"Wu-wuaaa ...."

Sekilas kemudian kulihat Segawa memandangi Ako dengan wajah pucat dan linglung.

Yah, tentu saja dia akan begitu. Tidak ada yang menyangka kalau mereka akan bertemu seperti ini. Sama halnya seperti sebuah kecelakaan lalu lintas.

"Nama peliharaan ..., ya. Jadi kamu sudah akrab dengannya? Dia dari kelas mana?"

"Bukan, kami tidak seperti itu."

"Rusian, perhatikan aku. Ada apa, Rusian, kenapa kamu menunduk? Apa kamu tidak enak badan, Rusian? Kamu tidak apa-apa, Rusian? Rusiaaan?"

"Oi, berapa kali kamu harus menyebut nama Rusian?!"

"Kyaaa—"

Aku berteriak sesudah menengadahkan wajah. Siapa pula yang sanggup lari dari situasi ini setelah berulang kali dipanggil nama karakternya dengan begitu keras di depan teman-teman sekelas?!

"Lagi pula, kenapa kamu ke sini?!"

"So-soalnya ...."

Ako melanjutkan, mengarahkan senyum malu pada tatapanku.

"... kemarin aku tidak sanggup menemanimu semalaman, makanya aku ingin bertemu denganmu sesegera mungkin, Rusian...."

"?!"

Sebuah sentakan pun melintas.

Ruang kelas yang hening tiba-tiba meletus.

"Nishimura, kamuuuuu! Jadi kamu mengkhianati kami, keparat?!"

"Wuaaah, kamu bicara apa, Ako?! Bukan, bukan seperti itu, sungguh!"

"Apanya yang bukan seperti itu, dia benar-benar memanggil namamu, 'kan?!"

Salah satu teman sekelas mencengkeram kerahku, menariknya ke atas, lalu mengguncangku. Anak lelaki ini mungkin tidak sungguh-sungguh tersenyum, tapi tetap saja, itu berarti dia tidak akan menahan diri.

Sial, aku harus menghindar karena kalau tidak—

"Ah, kumohon, hentikan! Jangan menindas Rusian-ku!"

"Ru-Rusian-ku .... Dia bilang, Rusian-ku, ...."

Wajah anak yang mencengkeram kerahku itu tampak gemetaran.

Di dalam suara Ako tadi terkandung perasaan putus asa bagaikan hewan kecil yang takut akan suatu ancaman. Suara tulus yang membuat seseorang merasa bersalah ketika mendengarnya.

"E-eng ..., hei gadis yang di sana. Apa hubunganmu dengan lelaki ini?"

"Ah ..., tunggu, pertanyaan itu seharusnya—"

Pertanyaan itu entah kenapa membuat bulu kudukku bergidik.

Sudah tidak ada lagi celah untuk menghidar dari pengungkapan identitas kami yang merupakan teman dalam gim, apalagi setelah semua kehebohan tadi.

Akan tetapi, kekacauan ini tidak akan berkembang lebih jauh andai Ako memberi jawaban jujur sekarang. Oh, jadi aku ini adalah teman otaku-nya, semacam itu.

Tetap saja, firasat macam apa yang sedang kurasakan ini?

Firasat ini pastilah, ya, pasti berasal dari Ako yang dengan tegas menatap teman-teman sekelasku meski wajahnya tersipu.

"Aku adalah .... Rusian adalah suamiku yang paling berharga."

"Nishimuraaaaaa!"

"Wuaaaaaah!"

"Kyaaa! Dia bilang suami?!" Kudengar teriakan ini dari para gadis.

Seluruh penghuni kelas ini pun terhisap dalam kegemparan.

Ini gawat, perempuan ini malah bikin gawat, semuanya benar-benar gawat!

Ini sudah tidak bisa lagi kuatasi!

Rasanya aku akan menyerah saja pada situasi buruk ini sampai bel sekolah berbunyi, namun ada seseorang muncul ke hadapanku.

"Sebentar, Tamaki-san!"

"Se-Segawa!"

Seorang penyelamat ber-twintail telah tiba.

"Astaga, kenapa pagi-pagi sudah ribut begini? Aku tidak peduli soal Rusian atau suami apalah yang kamu maksud, tapi bagaimana kalau urusan otaku-mu itu kamu bawa ke luar saja? Jangan sampai orang lain juga ikut terlibat."

"... ba-baiklah."

Bagaimana mungkin? Kekacauan di seluruh kelas mereda dalam sekejap.

Segawa — yang mengatakan hal barusan dengan tampang cemberut — bahkan kini tampak seperti seorang malaikat.

Kata-kata Segawa telah menolongku dari berbagai serangan.

Dia mengalihkan kecurigaan orang-orang soal hubungan antara aku dan Tamaki-san dengan membuat hal tentang Rusian dan suami tadi menjadi pembahasan otaku, sembari menyuruh kami keluar dari kelas melalui sikapnya hari ini yang orang anggap berbeda dari biasanya.

"... hmm ...."

Segawa sekilas berkedip padaku tanpa dilihat orang lain.

Bagus, pengalihan yang sangat bagus!

Segawa berhasil mengakhirinya — bukan, bukan Segawa. Dia adalah Shiu. Temanku — Shiu — yang telah berulang kali mampu mengeluarkanku dari krisis hidup mati!

"Paham, 'kan? Kita keluar saja. Aku akan mendengarkanmu di sana."

Meski begitu, pertimbangan tadi sama sekali tidak berdampak pada Ako.

"Ah, selamat pagi, Shiu-chan"

"?!"



Beberapa kata yang terucap dari mulut Ako setelah dia menenangkan diri itu mampu membuat segalanya hancur berkeping-keping.

"Eh, Shiu-chan, jadi kamu sekelas dengan Rusian, ya? Senangnya bisa bareng ...."

"Eh, tung-tunggu ...."

"... Shiu-chan?"

"Hgh!"

Segawa mengejang mendengar ucapan yang terlontar di kelas barusan.

Sembari dengan kalem menyeka keringat dinginnya yang mengalir, Segawa menepuk bahu Ako. Hei, kamu mengerti, 'kan? Jangan balas bicara, tatapannya seolah menyampaikan hal itu.

"A-aku tidak tahu apa maksudmu, tapi kita selesaikan saja di luar, ya? Ayo kita keluar dulu. Kubilang, ayo keluar. Paham, tidak?"

"Eh, apa? Shiu-chan, kamu marah, ya?"

"Cu-cukup, Ako, ayo keluar, sekarang ...."

Tangan Segawa mencoba menarik lengan Ako, tapi usahanya tampak sia-sia.

Ako lalu menepuk kedua tangannya.

"Ah, aku mengerti. Aku tidak memanggilmu dengan benar, ya? Selamat pagi, Schwein-san. Kulihat hari ini kamu tidak bersikap sok hebat seperti biasanya. Ah, apa mungkin itu ada hubungannya dengan yang kamu katakan kemarin, soal sisi kelam yang muncul ketika menjadi Schwein ...."

"Tidaaaaaaaak!"

Segawa menjerit putus asa.

Jika ini di dalam game, akan kuambil screenshot untuk mengenang tingkat keputusasaan total yang tampak pada wajahnya itu untuk selamanya.

"Te-tenanglah, Shiu! Tidak seharusnya kamu berteriak di sini!"

"Kamu malah membuat keadaan bertambah kacau!!"

"Eh, apa, jadi kalian bertiga saling kenal ...?"

Tanya murid perempuan yang sebelumnya bersama kami tadi sambil tercengang penuh kaget.

"Tidak, sedikit pun tidak kenal! Sudah, ikut aku sekarang! Ayo ikuuuuut!"

Setelah meneriakkan ucapan barusan ke arah murid perempuan tersebut, Segawa menarik kerah belakang seragam Ako serta diriku, kemudian berjalan keluar dengan kekuatan yang luar biasa. Mungkin itu adalah kekuatan yang sama yang didapat seseorang saat di ambang kematian, meski begitu, dia masih menarik kami berdua

"Shiu-chan? A-ada apa?"

"Jangan panggil aku Shiu-chaaaaan!"

Walaupun terdengar marah, wajahnya tampak penuh keputusasaan.


††† ††† †††


"Ako, apa maksudmu di kelas tadi?"

Segawa bernapas sembari bahunya naik turun.

Namun orang yang diinterogasi itu — Ako — hanya membalas dengan beberapa kata.

"Aku, eh ...? Eng ..., apa ada yang aneh?"

Dengan sikap malu-malu, dia justru heran dan balik bertanya.

"Memangnya yang tadi itu tidak satu pun terasa aneh?!"

"Te-tenanglah, Shiu!"

"Jangan panggil aku Shiu!"

"Schwein-san!"

"Bukan itu maksudku!"

Segawa sudah siap menangis.

Aku lalu memegang bahu Segawa dengan gugup dan menepuknya sambil berkata,

"Ba-baik, Segawa. Yang penting, tenanglah dulu. Jangan panik. Hmm ..., bagaimana mengatakannya, ya .... Maaf telah membuatmu terjebak dalam penghancuran karakter yang tanpa ampun tadi."

"Jangan bercanda! Aku tidak butuh simpati darimu!"

Segawa menutupi kepalanya sendiri. Oh, dan Ako melirik dengan tampang kesusahan.

"Ru-Rusian, kenapa Shiu-chan marah sekali? Apa aku sudah membuat masalah hanya karena menyapanya ...?"

Tanyanya padaku dengan takut-takut.

Padahal Segawa sudah meringkuk dan gemetar, apa gadis ini sungguh tidak sadar?

"Bukan begitu. Ini gara-gara kamu memanggilnya dengan nama Shiu atau Schwein."

"Eh ..., jadi tidak boleh, ya?"

"Sudah jelas, 'kan?!"

Segawa menghantam dinding lorong.

Hei, memukul tembok seperti itu seharusnya dilakukan seorang profesional saja, tahu? Aku yakin tangannya kesakitan.

"Lalu aku harus memanggil seperti apa ...."

"Tidak bisakah kau memanggilku secara normal seperti Segawa-san atau Akane-chan?"

"Eh?!"

Ako tersentak penuh kaget.

"Tapi bagiku Shiu-chan tetaplah Shiu-chan!"

"Aku Segawa Akane!"

"Tenang, Segawa. Ako, Rusian dan Schwein hanyalah nama kami di dalam gim, dan pada kehidupan nyata kami pun memiliki nama sebenarnya, kamu tahu itu, 'kan? Perhatikan waktu dan tempatnya dulu, segala sesuatunya pasti punya alasan. Jadi panggil nama sesuai dengan keadaannya."

"Tapi yang menjadi temanku adalah Rusian dan Shiu-chan ...."

"Kita tidak sedang di dalam gim, hal itu tidak bisa dipakai di sini, jadi kesampingkan dulu anggapanmu."

"Gim dan duta itu berbeda, kamu mengerti, 'kan, Ako?"

Mata Ako terbelalak setelah kami menjelaskannya sambil mendesah.

"Eh, kenapa begitu?"

"Eh?"

"Eh?"

Apa itu? Menakutkan.

Kami bertiga saling mengisyaratkan tanda tanya sewaktu saling berpandangan.

"A-Ako?"

"Kamu bicara apa?"

"Eh, jadi yang aneh itu aku?!"

Mata Ako masih terbelalak saat mengatakannya, lalu melangkah gugup ke arah kami.

"Gim itu berbeda ..., berarti kita ini hanya murid yang seangkatan, ya, Shiu-chan? Dan kita pun bukanlah teman? Padahal kita selalu bermain bersama dan mengobrol setiap harinya, 'kan?"

"Tidak, itu ...."

Sambil memalingkan pandangannya menjauh dari Segawa dan menuju ke arahku, Ako berbicara sembari berlinang air mata,

"Berarti kita ini hanya dua orang asing yang tidak memiliki satu ikatan pun, ya, Rusian? Padahal aku sudah bilang kalau aku mencintaimu dan kamu pun bilang mencintaiku, 'kan? Padahal kamu menikah denganku, 'kan?!"

"Seperti yang kami bilang, Ako ...."

Aku bertukar pandang dengan Segawa.

(Ba-bagaimana ini?)

(Dia istrimu, lakukanlah sesuatu.)

(Itu sulit. Po-pokoknya kucoba tenangkan dia dulu.)

(Oke.)

Kami bercakap-cakap dengan lirikan dan aku langsung berbalik ke arah Ako.

"Kita memang bukan sekadar kenalan atau sesama murid seangkatan, kamu tahu?"

"Aah, itu wajar saja, mengingat seberapa lama kita bermain bersama."

"Bo-bohong! Sudah, hentikan! Kamu ingin mengatakan hal kejam padaku, kan? Sama seperti di doujin! Persis seperti di doujin!"

Sambil merangkul erat tangannya ke dada, Ako berteriak seolah tidak bisa menahan pemikirannya.

Bisa-bisanya dia mengatakan itu di sekolah?!

"Kami tidak akan melakukannya! Kamu adalah teman sekaligus rekan guild yang berharga. Bukankah itu jelas?!"

"Menurutku juga begitu. Dan kamu pun adalah istriku yang berharga di dalam gim!"

Omong-omong, wuah, itu sangat memalukan.

Kupikir dalam hidup ini aku tidak akan pernah punya kesempatan untuk mengklaim seseorang sebagai istriku secara langsung.

"Lalu kenapa kalian berdua marah? Apa aku berbuat salah?"

Ako berbicara dengan tatapan menengadah, mungkin dia kini sedikit tenang.

"Seperti yang kukatakan, aku tidak suka namaku dalam gim dipanggil di kehidupan nyata. Di sini aku adalah karakter yang tidak pernah menyentuh gim ..., apalagi gim daring. Aku bisa dalam masalah kalau kamu memanggilku dengan nama kebaratan tadi"

"Ya, termasuk babi dan lainnya."

"Tutup mulutmu."

Segawa memelototiku karena komentar yang tidak perlu tadi.

Meski tidak ada orang di ujung lorong ini, murid seangkatan kami masih dapat melihat dari kejauhan. Ini bukan tempat bagi kami untuk lengah.

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Tidak usah terlalu dipikirkan. Panggil saja aku dengan nama yang sewajarnya. Segawa boleh, Akane juga boleh."

"Se ... Segawa ... san"

"Ya, Tamaki-san."

Entah kenapa Ako memanggil nama Segawa dengan malu-malu, dan Segawa akhirnya menjawabnya tersenyum.

"Kita teman, 'kan?"

"Tentu saja— eh, kamu bilang apa?"

"... syukurlah"

Ako pun menunjukkan senyum merekah, mirip bunga yang sedang mekar. Tapi di sisi lain, Segawa menghela napas berat. Dia pasti agak lelah. Yah, itu juga membantuku jika dia mengerti.

"Kamu juga bisa memanggilku Nishimura."

"Ni-Nishimura-kun"

"Ya, Ako ... eh, Tamaki-san."

"Ako saja, ya?"

"Itu bukan ide bagus."

"Aku ingin kamu memanggilku Ako."

"Itu, yah, bagaimana kalau kita lebih saling mengenal dulu sebelum melakukannya?"

Terus terang, aku tidak sanggup memanggil nama depan seorang gadis di hadapan orang lain.

"Kalau begitu aku akan terus memanggilmu Rusian!"

"Ba-baiklah, Ako-san!"

Itu akan sangat memalukan!

Sembari membelaiku untuk menghibur diriku yang menundukkan kepala dalam kesedihan, Ako berkata dengan nada riang,

"Karena itu aku mencintaimu, Rusian."

"Sudah kubilang, panggil Nishimura!"

Senyuman gadis itu memenuhi pandanganku sewaktu aku mengangkat kepala. Apa aku memang terlalu lembek pada istriku karena dengan mudah memaafkan ketika melihat wajah tersebut?

"Payah ...."

"Hus."

Rasanya seperti aku terpaksa harus menerimanya jika menolak permintaannya untuk memanggil nama barusan. Padahal aku ingin beralasan dengan berkata kalau itu akan membuat gim dan kehidupan nyata bercampur aduk.

"Hei, bel berbunyi, ayo cepat kembali."

"Iya! Jadi, Shiu-chan ..., Segawa-san, apa aku bisa bicara denganmu kapan pun aku mau?!"

Sambil mendekatkan diri ke arah Segawa, Ako meraih tangan gadis itu dan mengatakan hal tersebut.

"Yah, bukan masalah, tapi hentikan obrolan tentang gim daring ataupun internet saat kita di sekolah."

"E-eh?!"

Tangan yang menggenggam tadi sekejap menjadi kaku.

"Ti-tidak mungkin!"

"Kenapa?"

"Soalnya, tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan ...."

Ucap Ako disertai tampang begitu kecewa.

"Ka-kamu ...."

"Ako ..., itu terdengar menyedihkan."

Bahkan pundakku pun terasa lemas. Segawa sendiri sampai menutupi kepalanya.

Meski aku tidak bisa melihat ekspresi Ako di balik poninya yang panjang, depresi hebat sudah tampak jelas dari nada bicaranya tadi. Ako. Bagaimana selama ini dia bergaul di kelasnya—

Ah, benar juga. Aku jadi teringat!

Aku merasa pernah melihat Ako di suatu tempat. Kami berpapasan saat apel sekolah.

Gadis yang tampak ketakutan setelah aku menabraknya, itu Ako, 'kan?! Saat kopi darat tempo hari, dia menunjukkan wajahnya dengan jelas, makanya aku tidak sadar!

"Ja-jadi aku harus bagaimana ...."

Ako — yang mengatakan hal tersebut dengan agak terisak — memang gadis yang kulihat pada hari itu.

Berarti Ako sudah biasa melalui hari-harinya seperti itu?

Ya-yah, tentu ini yang menjadi alasan kenapa dia benar-benar tidak punya teman.

"Kalau begitu jangan paksakan dirimu. Kita bisa membahas semua yang kita suka saat di LA nanti."

"Tidak akan ...."

Bahkan setelah aku menjelaskan, Segawa justru mengatakan hal yang pastinya sulit untuk Ako terima apa adanya.

Dia lalu memegangi kepala Ako dan menghadapkan tubuh gadis itu ke arahku.

"Sebagai gantinya, nih, habiskan waktu bersama suamimu saja."

"Ko-kok begitu?!"

"Bukanlah masalah jika ada yang membahas gim daring denganmu, 'kan?"

"Itu ada benarnya, tapi ...."

"Benarkah, Rusian? Jadi itu tidak apa-apa, Rusian?"

Ralat, namaku Nishimura.

Akan kukoreksi nanti.

"Aku memang tidak mempermasalahkannya. Tapi aku sangat menghargai jika kamu tidak memangilku dengan nama Rusian dan akan merepotkan kalau aku sampai disebut suamimu, nah, untuk yang lainnya boleh saja."

Ako mungkin tidak punya banyak teman sekarang, namun dia mungkin bisa mendapat sebanyak yang dia mau, mengingat cepatnya perubahan ekspresinya ketika di hadapan kami ini.

Terlebih, jujur, bukan berarti ... aku juga ... punya banyak teman.

"Ru-Rusiaaan!"

"Apa kamu sungguh mendengarkanku?!"

"Syukurlah. Aku tahu kamu sekutuku, Rusian. Rusian, Rusian! ”

"Benarkan dulu soal itu!"

Ako tampak gemetar disertai kedua tangannya yang segera menutupi mulutnya.

Rasa cemasku terhadapnya mulai terasa. Apa dia sungguh baik-baik saja?

"Nishimura-kun, Segawa-san? Kalian sedang apa di sana? Homeroom-nya akan segera dimulai."

Dan Saitou-sensei pun memanggil dari bawah lorong.

"Baiik, kami akan segera kembali!"

"Lekas!"

Betul, betul sekali, kami tidak punya waktu sekarang. Akan menjadi gangguan yang lebih besar kalau kami tidak kembali saat bel berbunyi setelah kekacauan tadi.

"Betul, ayo kembali, masalah sudah selesai. Astaga, aku lelah, padahal ini masih pagi. Setelahnya aku juga harus membuat semua orang di kelas tahu kalau itu kesalahan Nishimura."

“Jadi kamu menjadikan ini sebagai kesalahanku .... Yah, terserahlah. Ako, kamu tidak apa-apa? Apa kamu tahu jalan kembali?"

"Iya."

Jawabnya dengan wajar.

Baiklah. Dan aku pun mulai berjalan.

"... ah, Rusian."

Ako segera menarik kerah belakang bajuku.

"Apa kamu bisa menunggu di kelas saat istirahat makan siang nanti?"

"Boleh, memangnya ada apa?"

"Aku sudah membuat bekal, jadi ayo kita makan bareng."

... hah?

Kusadari kalau diri ini sudah membeku dalam posisi yang canggung.

Dan Segawa — yang lebih dulu beranjak — pun langsung menghentikan langkahnya.

"Eh, Ako, kamu bilang apa tadi?"

"Aku sudah menyisihkan untukmu, Rusian. Walau sebenarnya aku tidak terlalu percaya diri ...."

Ujar Ako sambil menatapku dengan pipi yang sedikit merona.

Angin yang bertiup melalui lorong membuat poninya berayun. Matanya tampak berkaca-kaca — mungkin karena air mata sebelumnya — dan menatap lurus ke arahku.

"Kenapa kamu melakukannya?"

Ako kemudian menjawab dengan tatapan yang sedikit gemetar sewaktu aku mendengarkannya sambil tanpa sadar menelan ludah.

"Bukankah kita suami istri, Rusian?"

"... itu di dalam gim, 'kan?"

"? Tapi kita memang sudah menikah, 'kan?"

Hah? Kata-katanya itu tampak sungguh mengekspresikan kebingungan batinnya.

"... hei, Nishimura, aku jadi bingung harus bagaimana."

"Ah, aku juga bingung harus bagaimana."

Balasku dengan lancar pada Segawa yang telah berbalik sambil menatap jengkel.

Sial, dia— kebalikan dariku.

Dia bahkan tidak sedikit pun membedakan antara gim dan kehidupan nyata yang berkaitan dengan hubungan manusia.

"... jadi apa yang harus kita lakukan?"

"Ayo hubungi Master ..., eh, ketua OSIS lewat telepon. Maaf, tapi aku juga butuh kamu saat makan siang nanti."

"Kalian berdua ini kenapa? Apa aku sudah berkata aneh lagi?"

"Tidak .... Ayo kita makan siang bareng nanti."

Tatapan Ako langsung berkilauan bagaikan kucing terlantar yang baru dipanggil namanya.

"Iya!"

Ah, dia manis sekali.

Manis, sungguh manis ..., tapi apa yang harus kami lakukan soal ini?


††† ††† †††


Panggilan menghadap Master memberi kami kesempatan untuk pergi ke ruang OSIS saat istirahat makan siang.

Yang benar saja? Ruangan itu bukan milik pribadi, 'kan? Aku memikirkannya, tapi tidak ada jawaban yang muncul di benakku.

Setelah menunggu hingga istirahat makan siang, kami pun mengunjungi ruang OSIS.

"Begitu, jadi itu yang terjadi?"

Di dalam ruangan yang hanya ada kami ini, Master menyeringai dan mengatakan itu setelah mendengar cerita kami.

"Itu memang lucu!"

"Itu bukan hal lucu!"

Tidak bisakah dia membayangkan betapa mengerikan akibat setelahnya?

Teman-teman sekelas kami datang dan menanyakan banyak hal.

Kebetulan aku memainkan game yang sama dengan Tamaki-san dan karakter yang kubuat — [Rusian] — kebetulan menikah dengan karakter yang dia buat.

Ya, sebatas itulah hubungan kami, semua sebatas gim.

Sedangkan Segawa, Tamaki-san salah mengira soal ejekan babi itu dan dialah korban sesungguhnya yang tidak ada kaitannya dengan kami!

—itulah alasan yang membuat kami terpaksa datang ke sini.

"Rasanya umurku jadi berkurang."

"Jangan bercanda ...."

Aku dan Segawa benar-benar lelah.

"... aku sungguh minta maaf"

"Tidak, kami tidak begitu mengharap permintaan maaf darimu atau semacamnya."

"Lagi pula, kamu sudah membuatkan bekal."

Yah, begitulah.

Kupegang bekal buatan Ako yang ada di depanku ini.

Ada seorang gadis yang membuatkan bekal untukku — jujur saja, jantungku berdegup kencang karena mengalami hal ini untuk pertama kalinya.

"Bekal yang dibuat oleh Ako, ya. Benar juga. Wajar bagi Ako untuk membuatkan bekal suaminya. Iya, 'kan, Rusian?"

"Bukankah itu aneh?"

"Kurasa itu memang bukan hal normal."

Ucap Master dengan tampang terhibur yang berlawanan dengan kata-katanya barusan.

"Ako dan Rusian memang dekat, terikat oleh masa perkenalan yang lama dan hubungan yang saling timbal balik. Akan tetapi, itu hanya berlaku dalam gim. Tidak dalam kenyataan. Bukankah itu sama saja mencintai seseorang yang tidak kamu ketahui nama maupun wajahnya?"

Kata-kata Master tepat sasaran. Namun Ako membantah.

"Itu tidak benar!"

Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat lalu lanjut berbicara,

"Itulah alasannya. Itu karena aku tidak tahu nama dan wajahnya! Aku jatuh cinta pada Rusian setelah mengobrol dengannya, selalu berada di sampingnya, dan terbuka padanya tanpa ada hubungan lainnya di antara kami. Cinta kami jauh, jauh lebih murni daripada segunung riajuu di luar sana!"

"... Begitu. Kurasa aku harus setuju kalau memang seperti itu."

"Master, jangan terbuai kata-katanya!"

"Oh, astaga, maafkan aku."

Ucap Master sambil tertawa.

"Meski begitu, apa kamu tidak setuju kalau yang dia katakan itu ada benarnya? Ako mengatakan kalau dia sungguh mencintai kepribadianmu tanpa peduli bagaimana wajah, suara, tinggi, berat, ataupun faktor lain yang ada di dirimu. Bukankah itu sesuatu yang patut dirayakan?"

"Sudah kubilang, jangan sampai terbuai kata-katanya!"

Aku menghentikan Master yang tampaknya condong ke sisi Ako.

Tidak sepolos dan sesederhana itu.

"Terlalu naif jika hanya memandang pada kepribadian itu sendiri. Ada juga faktor lain yang termasuk di dalam gim, seperti penampilan luar karakter atau kemampuan tempur mereka, 'kan? Aku selalu memperhatikan Ako, karena itu, pendapatnya tentang diriku terasa lebih tinggi daripada yang seharusnya. Dia bukanlah orang yang kuat pendiriannya."

"... bagaimana denganmu?"

Ako menggelengkan kepala sewaktu pembahasan ini kembali padanya.

"Itu sama sekali tidak benar. Aku juga sudah pernah bermain dengan orang-orang selain Rusian, tapi tidak lama semua orang meninggalkanku dengan kesal. Namun Rusian selalu betah denganku. Tidak peduli berapa kali aku gagal, berapa kali aku lupa, berapa kali— "

Ucap Ako, menatapku dengan senyum tersipu lalu lanjut berkata,

"Karena itulah aku mencintainya."

"... Ako"

Yang barusan itu sungguh manis, 'kan? Pasti itu karena kami yang tidak tahu apa-apa tentangnya lalu mendengarnya mengatakan hal seperti tadi. Iya, 'kan? Pastinya begitu.

Kalau dipikir-pikir, Ako tidak akan menunjukkan wajah ini pada siapa pun selain diriku, 'kan? Kurasa itu bagus juga, mungkin, —ti-tidak, itu tidak bagus! Pikiran semacam, Bagi gadis ini, rupanya aku orang yang istimewa, toh, itu jelas tidak bagus!

"Ah, oke, oke, semoga semuanya lancar. Aku mau balik dulu ...."

Dan setelah mengatakan itu dengan kesal sambil menatapku, Segawa berdiri dari tempat duduknya,

"Astaga, kenapa kalian menyia-nyiakan istirahat makan siangku dengan cara menyedihkan ini, sampai membuatku mendengarkan bualan soal asmara kalian?"

"Tidak, tidak, tunggu, Segawa! Ini bisa bertambah buruk kalau kamu pergi!"

Mati-matian aku menahan Segawa agar tidak meninggalkan ruang OSIS.

Melihat Master yang memihak Ako, aku akan sendirian jika Segawa pergi!

Aku mendekatkan diri padanya, tapi Segawa menegurku,

"Jangan dekat-dekat, dasar raja gombal."

"E-eh ... ra-raja gom ... dasar ...."

"Betul, memang kenyataannya, 'kan?"

"Aku bukan, aku ...!"

"Bukan apa? Kamu yang memanggil Ako di dalam gim, berkumpul bersama dengannya, lalu menjadikannya ...."

"Wuaaaaaaaaah, hentikan, kumohooooon!"

Tidak, aku tidak berniat begitu!

Tidak ada yang lebih hina daripada raja gombal saat menjadi pemain gim daring!

"Raja gombal? Apa itu?"

"Itu mengacu pada lelaki busuk yang merayu para perempuan tanpa pengalaman dengan lawan jenis kemudian memanfaatkan mereka."

"Jangan katakan itu!"

Aku memeluk kepalaku, berteriak sambil menangis.

Tidak, aku bukan raja gombal! Aku tidak akan pernah menerima sebutan itu!

Insiden menyedihkan ini akan terjadi lagi jika aku melakukannya!

"Ayo lakukan .... Ayo kita lakukan, Ako!"

"La-lakukan apa?"

Ucap Ako sambil menggigil ketakutan.

"Kami akan ubah cara berpikirmu"

"Ubah ... cara berpikirku?"

"Benar."

Anggukku dengan kuat sembari menggenggam erat pundak dirinya yang kini terlihat sungguh kebingungan.

"Dengarkan aku, gim dan duta itu berbeda. Aku tidak akan menyangkal kalau mungkin ada beberapa hal yang sama, tapi tetap saja itu berbeda. Aku ingin kamu paham, Ako."

"Ke-kenapa aku harus memahami hal yang mengerikan itu .... Rusian, kamu jahat!"

"Kamu sebenarnya membenciku, 'kan?"

"Tidak, tidak, aku mencintaimu."

Ya, dari wajahnya memang tampak jelas kalau dia mencintaiku, tapi keyakinanku mengenai hal tersebut mulai memudar.

"Yah, hanya ucapan saja tidak akan mengubah apa pun. Apa sebenarnya niatmu?"

"Kita lihat saja .... Mungkin ada baiknya kalau aku bisa menunjukkan betapa berbedanya diriku dengan Rusian yang ada di dalam gim ...."

Hmm ..., aku merenung.

Bagaimana tepatnya perbedaan antara diriku dengan Rusian yang gampang disadari?

"Hmm ..., jadi kamu hanya perlu supaya dia mengalami sendiri soal berbedanya gim dengan kehidupan nyata?"

"Master, ada ide?"

"Ah, aku punya ide bagus, fufufufufufu. Serahkan semuanya padaku."

Master menyeringai dan mengeluarkan ponselnya lalu mengetik dengan semangat yang luar biasa.

"Apa tidak apa-apa menyerahkan ini padanya?"

"Mung-mungkin saja."

Tidak apa-apa, 'kan? Hal bagus kalau itu memang akan baik-baik saja ....


††† ††† †††


"Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern ...?"

Setelah berakhirnya jam pelajaran, sesuai arahan Master, kami berkumpul di pojokan gedung yang diperuntukkan bagi klub-klub.

Yang kami lihat di sana adalah ruang kelas dengan papan nama baru.

"Hiburan Komunikasi Elektronik Modern ..., tunggu."

"Gim daring maksudnya?"

Betul. Lagi pula, Master-lah yang memanggil kami, jadi pasti ada hubungannya dengan itu.

"Nishimura, memangnya klub seperti ini ada di SMA Maegasaki?"

"Kalaupun ada, sudah pasti aku ikut bergabung."

"Yah, itu jelas."

Segawa mengangguk seolah itu hal paling wajar di dunia ini.

Yah, memang benar kalau aku pasti akan ikut bergabung ke sana. Tapi tetap saja, rasanya menyebalkan dia mengangguk dengan gampangnya seperti tadi.

"Mungkin ... aku juga akan ikut."

"Eh, Ako, kamu ...."

Rupanya ada yang sepaham denganku. Batinku kini bergejolak tentang harus senang atau tidak akan hal ini.

"Astaga. Bahkan kalau memang ada, aku ragu jika klub ini akan cocok dengan perempuan betah. Lagi pula, seingatku ini dulunya ruang kosong."

Sambil melihat pada papan nama, Segawa mengatakan itu dengan ragu.

"Kamu tahu dari mana?"

"Karena aku ikut Klub Kerajinan Tangan di sebelah. Seingatku ruangan ini dulunya memang kosong."

Ooh, Klub Kerajinan Tangan? Meski begitu, sepertinya itu tidak cocok dengannya.

"... aku tidak membuat pakaian cosplay atau semacamnya."

"Tidak usah menjelaskan bagian itu."

Justru membuatku lebih curiga.

Yah, mengenakan hal dari karakter tipe loli apa pun mungkin akan cocok untuknya.

"Apa kamu masih aktif di klub itu?"

"Aku berhenti. Waktuku bermain gim jadi berkurang gara-gara itu."

"Kamu memang tidak niat ikut klub, ya?"

Sekarang dia menunjukkannya, Klub Kerajinan Tangan benar-benar ada di sebelah.

Dengan kata lain, tidak salah lagi kalau ruangan ini sebelumnya memang kosong.

Dan sejauh yang kutahu, papan namanya tampak seperti baru. Tidak, lebih tepatnya, terlihat kalau itu baru saja dipasang hari ini—

"Maaf, tampaknya aku membuat kalian menunggu?"

Dan terdengarlah suara akrab yang lembut dari belakang kami.

Saat berbalik, kulihat Master menampakkan senyum yang kalem.

"Butuh sedikit waktu untuk menyelesaikan pendaftarannya. Syukurlah tidak ada masalah."

Ucapnya sembari memain-mainkan kumpulan kunci yang dipegangnya dengan sebelah tangan. Sepertinya salah satu dari kunci itu biasa digunakan untuk ruang kelas di sekolah.

"Pendaftaran? Apa maksudnya?"

"Fufufu, kamu akan paham setelah melihat ke dalam. Mari masuk."

Setelah mendekati pintu dengan santainya, Master memutar kunci lalu membukanya.

Udara dingin menyeruak keluar dari celah.

Sekilas kuintip, tampaknya ruangan itu agak redup karena tertutupi tirai. Empat meja berbaris di dalam dengan empat kursi yang menyertainya. Dan di sana telah berjejer empat monitor, bersama dengan empat komputer berukuran penuh.

Ruangan ini seperti warnet yang benar-benar kecil. Untuk orang sepertiku, ini terasa bagaikan rumah sendiri.

"Hmm, ini ...."

"Ini, seperti ... ruangan yang diidamkan seseorang, ya?"

Segawa sedikit menghela napas.

"Ah, komputer!"

Ako menuju ke komputer.

Ketua klub lalu berbalik ke arah kami kemudian membentangkan tangannya.



"Selamat datang di Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern— hmm ..., memakan waktu untuk menyebutkannya. Selamat datang di klub permainan ..., tidak, Klub Gim Daring saja, mungkin? Yah, tidak ada salahnya. Biar bagaimanapun, aku adalah presiden klub kalian, Goshouin Kyou. Para anggota yang terhormat, mulai sekarang, mari kita saling membantu untuk meramaikan klub ini."

"Klub Gim, ya ...."

"Klub Gim Daring, katanya ...."

Dia serius soal ini, sungguh serius.

Tanpa menunjukkan kepedulian terhadapku dan Segawa yang sedang bingung, Master — eh, ketua klub — melanjutkan.

"Kegiatan utama klub berkisar antara bermain gim daring dan kopi darat saat hari libur. Sayangnya, kita tidak boleh membeli item berbayar menggunakan anggaran klub, jadi kuminta kalian untuk membeli menggunakan uang pribadi. Meski begitu, kegiatan kita ini ditunjang dengan penyejuk ruangan dan koneksi internet milik sekolah. Dan tidak akan ada masalah mengenai lingkungan sekitar."

"Tidak, sebentar, tunggu, bukankah ini aneh?"

Setelah tersentak dari modus tidurnya, Segawa meraih bahu Master.

Ya, itu aneh. Jelas aneh.

"Apa maksudmu?"

"Apa maksudmu, kamu bilang?"

Aku dan Segawa mengepung Master yang ucapannya terkesan tidak peduli.

"Bagaimana caramu mendirikan sebuah klub? Kenapa komputer-komputer ini sudah tersedia padahal baru saja kamu canangkan saat makan siang tadi? Kenapa mendadak kami yang menjadi anggota klub? Astaga, maksudku, semuanya, segala halnya! Semua yang ada di sini terasa aneh bagiku! Hei, Ako, katakanlah sesuatu!"

Setelah mengarahkan percakapan pada Ako yang sedang mengitari jajaran komputer itu, gadis itu pun berbalik menghadap kami sambil tersenyum lebar.

"Ya? Aku terkesan pada betapa menakjubkannya hal ini, tapi tidak ada yang aneh, 'kan?"

"Salahku karena berharap padamu!"

"Kejamnya?!"

Syok yang diterima Ako sudah bisa ditebak, tapi kita kesampingkan dulu itu.

Masalahnya adalah apa yang harus diperbuat pada ruangan yang telah dilengkapi dengan baik ini.

“Omong-omong, maksudmu itu — apa kita harus membuat Klub Gim Daring dan bermain gim daring bersama?”

"Tepat. Mungkin agak tidak masuk akal, tapi komputer-komputer yang kusediakan ini lumayan bagus. Penggunaan ruangannya pun terjamin, ditambah, aku telah mendapat izin untuk terhubung pada jaringan internet. Mulai hari ini, kita dapat memainkan gim daring di ruangan ini setelah jam pelajaran berakhir!"

"Itu berarti, kita semua bisa bermain di sini kapan saja mulai hari ini!"

Ako langsung merayakannya.

Tidak, ini bukan sesuatu yang begitu saja diterima dengan tersenyum, 'kan? Berapa banyak orang yang sudah dibuat kesusahan gara-gara hal ini?

"Fu-fu-fu, semua orang bisa menikmati gim daring tanpa sungkan di sini. Apa pendapat kalian, bukankah ini luar biasa?"

Dada Master membusung dengan bangga atas pencapaiannya tersebut.

"Wah, luar biasa. Kalau begitu, aku pamit mau pulang dulu."

Dan Segawa pun langsung memutuskan untuk pulang.

Tidak adil, dia benar-benar meninggalkanku untuk menghadapi hal dadakan ini sendirian.

"Tunggu, Schwein, bagian terbaiknya belum disebut. Kenapa kamu pergi?!"

"Jangan panggil aku Schwein! ... dengar, tidak sepertimu, bagiku bukanlah persoalan menjadikan gim daring tidak lebih dari sekadar hobi."

Sambil menyilangkan lengan di depan dada, dia berbicara dengan begitu arogan kepada seorang senior.

Tampaknya Master memutuskan untuk mengamati serangan Segawa sementara ini.

"Tidak pernah ada di pikiranku untuk memainkan gim daring di sekolah. Mana mungkin aku bisa berkata pada teman-temanku, Aku bergabung di Klub Gim Daring. Kenapa tidak kamu sendiri saja yang bergabung kalau memang seniat itu?"

"Aku yakin ucapan barusan bukanlah milik seseorang yang akan berkata bahwa berpacaran adalah hal yang tidak perlu karena akan membuat waktu untuk login menjadi kian sedikit, benar begitu?"

"Urgh."

Oh, Segawa mengeluarkan suara yang aneh.

Mungkin hanya penglihatanku, tapi rasanya aku melihat efek pukulan kritikal yang tidak asing dan klasik tadi.

"I-itu hanya masalah prioritas. Gim daring lebih penting daripada pacar, tapi biarpun begitu, itu tidak sampai mengorbankan kehidupan sekolahku."

"Aku penasaran, berapa banyak M yang bisa kita peroleh dalam sehari jika bermain selama dua jam?"

"Urgh."

Pukulan langsung lainnya pun mengikis garis ukuran nyawa Segawa.

"Sudah kubilang, aku murid SMA normal di sekolah dan—"

"Sepertinya kami akan kehilangan kesempatan untuk bermain denganmu, Schwein, karena kesenjangan antara level dan area berburu kita akan kian melebar. Ya ampun, sungguh disayangkan."

"Urgh, tidak peduli kamu bilang apa, aku tetap—"

"Hei, hei, Rusian, pencet tombol yang mana, ya?"

"Aah, yang ini?"

Tanpa menghiraukan rangkaian serangan dan pertahanan tersebut, Ako mencoba untuk menyalakan komputer tanpa meminta izin terlebih dulu.

Urutan start-up pun dimulai lewat Ako yang memencet tombol pada komputer. Wah, setelah dilihat dari dekat, ternyata monitor ini besar juga.

"Hei, Rusian, aku bisa menginstal LA, 'kan?"

"Meski kamu menanyaiku, aku juga tidak tahu ..., tapi apa spesifikasinya sudah memadai?"

Apakah komputer sekolah mampu menangani gim daring?

Kuketik kode perintah dan mengonfirmasi spesifikasi komputer.

Baik, ayo kita lihat apa yang ada di frame ini dengan jendela dialognya.

"Baiklah, CPU-nya bagus, prosesor i7, toh? Wah, hebat, OS-nya sudah di SSD. Lalu memorinya ... 16GB? Kartu grafisnya GTX yang SLI?! Apa-apaan ini?!"

Spesifikasinya lebih tinggi dari yang kusangka, berapa biayanya?!

Suara terkejut orang lain menutupi kata-kata tercengangku.

"Se-serius?!"

Segawa — yang sebelumnya melihat ke arah Master — menolehkan wajahnya ke sini.

"Serius, coba lihat. Apa-apaan komputer ini? Seolah memang dirakit hanya untuk bermain gim daring!"

"Hahaha, sudah kukatakan bahwa yang kubawa lumayan bagus, bukan?"

Ini terlalu bagus! Secara teknis, ini rakitan atas pesanan khusus. Iya, 'kan?!

"Wah, ini juga lebih cepat dari komputerku!"

"Yah, begitulah ...."

"SSD, kartu grafis SLI ..., memori 16GB ...."

Segawa menatap Ako — yang sedang gembira mengutak-atik komputernya — sambil gemetaran seolah kehilangan ketenangannya.

Gawat. Serangan status abnormal dari Master menghasilkan sebuah pukulan kritis ke Segawa. Bisa kulihat damage yang besar berangsur mengikis garis ukuran life point Segawa.

Life point miliknya mungkin akan semakin menipis jika ini terus berlanjut.

"Kalau dipikir-pikir, Schwein, bukankah spesifikasi komputermu itu cukup meragukan?"

"Ugh ..., yah, milikku itu barang turun-temurun. Jadi tidak bisa dibandingkan dengan komputer ini, 'kan?"

Segawa sempoyongan dari kanan ke kiri.

Dia mulai melangkah mendekati komputer, kemudian sempat mundur, lalu melangkah maju kembali.

Dan tanpa mengalihkan perhatiannya dari komputer itu walau sedetik.

"Masing-masing dari kita telah memiliki kursi sendiri, kamu boleh memilih salah satunya, Schwein."

"Ugh ... tawaran yang menarik ..., tapi ini tidak akan ..., tapi SSD itu ...."

"Curang, caramu sungguh kotor, Master. Ini sungguh tidak adil!"

Namun Ako terdengar bahagia tadi.

Master vs Shiu. Sepertinya hasil pertandingan sudah diputuskan.

"Menyerahlah, Schwein, pertarungan kita telah berakhir."

Segawa jatuh berlutut di hadapan Master yang tersenyum lebar.

"A-aku mengerti, aku hanya harus bergabung saja, 'kan?! Sebagai gantinya, akan kulakukan apa pun yang kusuka dengan perangkat ini!"

"Gadis baik. Terlepas dari keputusan Ako, kamu sendiri tidak keberatan, bukan, Rusian? Tampaknya ini menandai terbentuknya Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern."

Sepertinya di titik ini, tidak ada lagi yang bisa kuperbuat untuk mengubah segala sesuatunya.

Aku tidak begitu peduli selama nantinya tidak dibebani tanggung jawab yang tidak perlu oleh Master.

"Ya, aku tidak keberatan, tapi Master, untuk apa kamu melakukan semua ini?"

"Kamu bicara apa, Rusian? Jelas ini demi Ako dan dirimu."

"Kami?"

"Iya?"

Maksudku, aku senang bisa bermain gim di sekolah, tapi apa aku memintanya melakukan hal yang tidak masuk akal ini?

Melihat kami memiringkan kepala, Master mendekati salah satu komputer.

"Kamu sendiri yang mengatakannya, bukan? —bahwa Ako perlu memahami perbedaan antara gim dan duta. Apa kamu lupa?"

"Ya, aku memang bilang begitu, tapi ...."

Aku tidak tahu bagaimana hal tersebut sampai berujung ke titik ini.

"Dengar, memainkan gim daring di sini berarti bermain sambil menampakkan wajahmu pada semua orang. Baik ekspresi maupun tingkah laku saat mengoperasikan karaktermu benar-benar akan terlihat. Bahkan kamu juga dapat menyampaikan suatu hal lewat suara langsung ketimbang yang biasanya kamu lakukan melalui jendela obrolan."

Master meraba monitor yang mulai menyala.

"Karakter gim dan individu yang mengendalikannya akan hadir secara bersamaan. Bukankah itu cara terbaik bagi Ako untuk mengalami sendiri perbedaan antara gim dan duta?"

"Ah, benar juga!"

Percakapan lewat jendela obrolan dengan percakapan secara langsung sangatlah berbeda.

Kami mungkin tidak mampu melakukan rutinitas sentimentil yang biasanya, ditambah, Ako mungkin akan menyadari betapa berbedanya aku terhadap Rusian. Iya kan?

"Betul, itu cara yang tepat. Jika kita bermain sebentar di sini, Ako mungkin bisa menyelesaikan kesalahpahamannya."

"Eng ..., kupikir tidak akan ada yang berubah?"

Pikiran seperti itu tidak akan bertahan lama.

"Lihat saja, Ako, akan kuhancurkan halusinasi mimpimu berkeping-keping dan menunjukkan betapa payahnya aku!”

"Ya, dengan kalimat itu saja akan mengakhiri kisah romansa seratus tahun."

"Tidak, akan kuperlihatkan kalau itu tidak ada apa-apanya dibanding cintaku!"

"... hah?"

Segawa tertawa tercengang selagi aku dan Ako saling menatap.

Dan begitulah kegiatan pertama dari Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern ini dimulai.

"Baiklah, seharusnya ini adalah masa bagi kita untuk memulai. Masih ada waktu hingga sekolah ditutup dan seharusnya kita masih sempat melakukan satu atau dua perburuan."

"Kalau begitu, aku akan memakai yang ini!"

Mungkin karena sudah pulih, Segawa menyalakan komputer dengan antusias.

Aku juga duduk di kursi yang tersisa.

Nyalakan dan ... wah, cepat sekali aktivasinya.

"Master, apa aku boleh mengganti wallpaper-nya dengan gambar yang imut?"

"Silakan ubah segalanya sesuka hati kalian. Aturlah sesuai keinginan kalian .... Ah, ada baiknya bila kamu tidak terhubung ke situs-situs yang tidak pantas, Rusian. Akan merepotkan jika itu sampai menyebabkan masalah ke ruang guru."

"Jangan buat seolah aku orang yang seperti itu!"

Mana mungkin aku mau melihat hal begituan di sekitar orang-orang! Dia pikir aku ini siapa?!

"Wah, menjijikkan."

"Jangan ucapkan itu dengan nada datar! ... lagi pula, lebih baik kamu juga tidak menginstal aplikasi-aplikasi mencurigakan, kamu bisa membuat IP kita terblokir."

"Mana mungkin aku menginstal yang semacam itu! Memangnya kamu pikir aku ini bodoh?!"

Shiu marah, tapi asal tahu saja, aku ingat kesalahan-kesalahan yang sudah dia lakukan.

"Terserah kamu bilang apa, Schwein, tapi seingatku, kamu pernah menginstal aplikasi potion otomatis dan tidak bisa menghentikan konsumsi potion-mu."

"Ugh."

Betul, itu pernah terjadi. Sewaktu mencoba aplikasi eksternal yang terlarang karena penasaran, Shiu benar-benar panik karena tidak terbendungnya pemakaian potion yang terus berlanjut tanpa henti.

"Kalau diingat lagi, aku yakin pernah ada insiden, Aku seorang bot, juga ...."

"Hentikaaan! Jangan ungkit sejarah kelamku!"

Setelah klien berhasil terinstal yang dibarengi berlanjutnya obrolan, aku pun memulai gimnya.

Sebuah jendela kecil untuk memasukkan ID dan kata sandiku muncul bersama BGM yang sangat familiar.

Ini memberi semacam perasaan menenangkan soal jendela login yang tetap sama bahkan ketika kita masuk memakai komputer lain.

"Eh? Rusian, bagaimana caramu mengembalikannya ke layar penuh?"

"Tekan tombol Enter sambil menahan tombol Alt .... Oh, ya, Ako, apa kamu memainkannya dengan layar penuh?"

"Apa itu aneh?"

Sambil duduk dengan tenang di meja sebelahku, Ako dengan penasaran menatapku.

Layar penuh artinya tidak ada jendela lagi selain gim yang terpampang pada monitor. Dengan kata lain, itu adalah modus di mana kita tidak dapat melakukan apa pun kecuali bermain.

"Maksudku, kalau kamu sudah di layar penuh, kamu tidak akan bisa melihat Wiki atau semacamnya, 'kan? Ditambah, kamu juga akan mengecilkan jendelanya setiap kali mendapat pemberitahuan atau pesan hingga membuatmu berhenti memainkan gimnya."

"Ya, kurasa aku selalu melakukan itu."

"Astaga, memangnya kamu itu seorang pemula?"

Tidak, tentu saja, kurasa dia tetaplah pemula meski sudah bermain selama lebih dari setahun.

Sial, jadi itu alasannya dia berhenti bergerak di waktu yang tidak pas, hingga menyebabkan karakterku mati, akhirnya aku mengerti.

"... eh, apa kamu bilang? Bukankah bermain di layar penuh itu normal?"

Ternyata di sini juga ada seorang pemula!

"Jadi kamu juga, Shiu?! Padahal peranmu itu sebagai DPS!"

"Ta-tapi katanya lebih ringan buat komputer jika memakai layar penuh! Aku hanya ekstra hati-hati karena spesifikasi komputerku rendah, memangnya itu salah?!"

Oh, begitu rupanya.

Kalau dipikir-pikir, layar penuh memang sedikit lebih ringan bagi komputer. Ada kalanya seseorang harus mengaturnya seperti itu jika perangkatnya berspesifikasi rendah.

"Aku paham sekarang, maaf soal tadi, jadi jangan marah, ya."

"Huh."

Sambil menekan tombol dengan cemberut, Shiu mengatur tampilan LA ke layar penuh.

Mungkin harus kutunda soal komputer ini yang jelas mampu memainkan LA dalam modus jendela.

"Tetap saja, ada saatnya kamu harus memastikan beberapa informasi sewaktu bermain, 'kan? Lalu bagaimana kamu mengatasinya?"

Kulontarkan pertanyaan yang ada di benakku tadi.

Kira-kira apa yang terjadi jika mereka tidak dapat menunjukkan informasi di sisi jendela lain?

Aku menanyakannya tanpa keraguan, namun Segawa sedikit tersipu dan mengalihkan pandangannya dariku sebelum berbicara.

"... itu, yah, kutaruh memo di sampingku."

"Jadi kamu mencatat panduan gimnya dengan tangan?!"

"Cerewet! Terserah apa mauku!"

Ucap Shiu sambil menggebrak meja.

Jelas, rasanya agak lucu membayangkan Shiu yang melirik kertas memo sambil menggerakkan tetikus dengan tangan kecilnya ketika bermain.

"Omong-omong, Master, bagaimana denganmu?"

"Aku pun biasa memainkannya dalam layar penuh ... pada tiga monitor"

"Mati saja sana, orang kaya!" "Mati saja sana, orang kaya!"

Diriku dan Ako berbarengan mengucapkannya dengan sempurna.


"Baik, apa semuanya sudah login tanpa masalah?"

"Yaaa. Ah, itu Rusian. Selamat siang, Rusian ..., oke."

◆ Ako: Selamat siang, Rusian.

Sebuah kalimat obrolan dari Ako muncul di layar setelah dia mengatakannya.

Apa maksudnya dia melakukan itu?

"Aku persis di sampingmu, jadi tidak perlu mengetikkannya di jendela obrolan."

"Oh, benar juga."

Lagi pula, caranya mengetik sangat lambat. Hurufnya dipencet satu persatu sambil melihat kibor.

Karena hal tersebut dan kesukaanmu mengobrol itulah yang menyebabkan party kita selalu dalam bahaya.

"Jadi apa yang akan kita lakukan? Berburu atau bagaimana?"

Karakter Shiu mengangkat bahunya bersamaan dengan pertanyaan tersebut.

Pandangan sekilas juga menunjukkan sang pengguna ikut mengangkat bahunya.

Astaga, rupanya masih ada lagi orang yang bersikap apa adanya.

"Dengan ini, koordinasi kita harusnya bisa sempurna. Lanjutkan saja yang kemarin, berburu di Great Bluenk Volcano. Sekarang pasti bisa lebih efektif dari biasanya."

"Melakukan grinding setelah kita berempat berkumpul di sini .... Yah, aku setuju saja."

"Baiklah, mari kita—"

"Tidak, tunggu sebentar."

Aku menyela perkataan Master.

Ada satu hal yang dari dulu selalu mengusikku. Aku ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memastikannya.

"Ako, biar kulihat perlengkapanmu sebentar?"

"Iya? Silakan."

Kuintip layar Ako sembari dia duduk di sebelahku.

Berhati-hati agar tidak terlalu kentara kalau kini kami sedang berdempetan, kuperiksa peralatannya.

"Wa-waduh ...."

Seruan terkejut keluar dariku.

Pa-parah banget ....

Sesaat kepalaku merasa pening. Gawat, ini sungguh gawat.

"... Ako, yang akan kita tuju adalah gunung berapi, tapi kenapa kamu memakai perlengkapan dengan resistensi air?"

"Aku selalu memakai gaun ini sejak menerimanya dari Rusian. Kyaa!"

Ako menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangan.

"Jangan langsung, Kyaa, begitu! Aku memberikannya padamu saat kita pergi berburu di laut, 'kan? Cepat lepas dan kenakan peralatan yang punya resistensi api!"

"Eeh, tapi Flames Robe itu tidak imut, tahu?"

"Hei, dasar, bukan itu yang dimaksud tadi ..., eh, tunggu. Apa-apaan ini?"

Sambil ikut mengintip ke layar Ako, Shiu berbicara dengan nada jengkel.

"Ada banyak enchant aneh pada tongkat ini, tapi apa itu? Aku belum pernah mendengar soal ini, Pink Star Kira-Kira Rod ini apa?"

"Bintang-bintang yang berkelip akan muncul saat kamu mengunakannya untuk menyerang musuh. Benar-benar menggemaskan!"

Ucap Ako dengan niat menyombongkan diri, tapi Shiu hanya berteriak padanya dengan ekspresi rumit antara terkejut dan memaklumi.

"Dari dulu aku selalu kepikiran soal kira☆ ini yang muncul saat pertempuran. Rupanya itu semua karena kamu, toh?!"

"Hmm-hahahahahahaha!"

"Kenapa kamu malah tertawa, Master?!"

Ah, ladang ranjau macam apa yang sudah kami buat ini?

"Eh ... apa perlengkapan milikku ini lemah?"

Apa dia baru sadar? Ako melirikku dengan gugup. Apa kami harus menunjukkannya?

"Kamu bisa menganggap itu lemah, atau lembut, atau lebih tepatnya, kamu sudah meremehkan gim ini. Tunggu sebentar, aku punya Affection Rod untuk skill penyembuhan di penyimpananku, jadi akan kupinjamkan padamu."

"Tapi kalau aku sudah punya?"

"Kalau begitu gunakan!"


††† ††† †††


Dengan memaksakan Ako untuk memakai perlengkapan yang dia anggap tidak imut itu, akhirnya kami mengikuti peta untuk pergi ke Great Bluenk Volcano. Hanya melihat bagian dalam gunung berapi ini saja aku sudah merasa panas. Para monster yang cukup kuat terhadap elemen api tampak berkerumun di peta, meski begitu mereka tidak begitu berbahaya bagi kami berempat.

Setelah melewati gerbang, kami berempat masuk ke tempat perburuan dalam satu barisan dan menuju kedalaman gua yang dipenuhi nyala api.

"Baiklah, ayo kita pilih satu tempat yang terlihat bagus untuk dijadikan markas sekarang. Ako, tolong buff-nya."

"Siap."

Dengan hati-hati Ako memencet kibor dan menggunakan skill-nya pada Shiu setelah diminta memberi sihir penguatan bagi para rekannya.

*Jwaan!* Sebuah suara bergema keras dari speaker milik semua orang.

"Asal bunyi tadi dari komputer semua orang, ya?"

"Ya, soalnya kita memainkannya berbarengan."

"Oh .... Jadi kalau aku melakukan ini ...."

*Jwaanjwaanjwaanjwaanjwaan*

"Argh, berisik! Kamu bisa bikin lag komputer! Sampai kapan kamu terus mengeluarkan jwaanjwaan itu?!"

"Hehehe, maaf."

"Musuh berdatangan saat kamu bermain-main tadi!"

"Baiklah, saksikanlah nyala api yang menyembur dari umaibou-ku ini!"

Master mulai merapal mantra sihirnya dengan lambaian.

Baik Shiu dan aku berteriak pada saat itu.

"Dilarang menggunakan item berbayar, Master!"

"A-apa?! Tidak ada lagi yang bisa kugunakan selain item itu!"

"Hah? Coba kulihat— waduh, kenapa setengah daftar barang malah dipenuhi item berbayar?!"

"Bukankah item berbayar itu lebih kuat? Apa lagi yang dibutuhkan selain itu?"

Ekspresinya menunjukkan kalau dia tidak tahu apa yang kami rasakan.

Ah, orang-orang seperti ini yang membuat gim daring menjadi ladang uang. Emosi kuat yang misterius itu mengalir di diriku.

"Tunggu, Rusian, lakukan sesuatu padanya!"

"Aku tidak keberatan jika orang lain mau menggunakan uangnya sendiri."

"Kamu memang hina!"

Bercanda, aku hanya bercanda.

"Baiklah, Master, kamu dilarang menggunakan item berbayar saat kita di sini."

"Sungguh tirani! Apa kalian tidak ingat bahwa aku adalah Master serikat, ketua klub sekaligus ketua OSIS kalian?!"

"Cukup, diamlah."

Kami masuk lebih dalam ke gunung berapi sembari mengalahkan musuh-musuh di jalan.

Tidak terlalu sulit karena musuh tidak datang sebagai satu kelompok, tapi aku cukup kesulitan menggunakan kontrol pada perangkat ini.

"Eng ..., rasanya merepotkan."

"Rusian, apa kamu kesulitan kalau memakai komputer yang berbeda dari biasanya?"

"Bukan itu."

Aku mengetuk tetikusku.

Masalahnya bukan dari CPU-nya, melainkan periferal eksternal-nya.

"Aku biasa mengatur pergerakan karakter dengan mengklik menggunakan satu tangan, memakai tetikus bertombol tambahan. Jadi rasanya merepotkan menggunakan tangan kiri lagi."

"Apa kamu selalu bermain menggunakan satu tangan? Tetikus jenis apa yang kamu pakai?"

"Itu hanya tetikus bertombol dua belas yang biasa."

Tidak sulit mencarinya di toko. Itu bukanlah barang langka.

Meski begitu, Shiu merengut ke arahku dengan mengernyitkan dahi seakan melihat binatang yang aneh.

"... sudah tidak normal ya?"

"Kasar sekali."

Maksudku, menggunakan hanya satu tangan itu lebih santai dan kalau bisa menggerakkan karakter dengan mengklik, jelas aku lebih memilih itu.

"Bicara soal tetikus unik, aku teringat kalau sedang membawa sebuah artikel menarik. Tunggulah sebentar di sana."

Seusai mengatakan itu, Master meninggalkan tempat duduknya dan mencari-cari di rak belakang.

Dia mungkin telah membawa bermacam barang hingga bisa kulihat banyaknya kotak dan peralatan pribadi di sana.

Dia lalu mengeluarkan kibor oval yang besar dari sana bersama dengan mouse yang menyerupai flight stick.

"Saksikanlah, kibor dan tetikus ini berasal dari puncak ergonomi paling mutakhir!"

"Apa itu sungguh punya nilai ergonomis? Bentuknya sungguh tidak wajar."

"Orang yang memikirkan ini pasti tinggal di masa depan. Indah sekali!"

Ako tampaknya merasakan sesuatu yang membuat dirinya setuju.

Ah, dia pasti tipe yang suka hal-hal aneh seperti ini. Biar bagaimanapun, dia tetaplah istriku.

"Yah, bentuknya memang aneh, tapi apa itu bisa gampang digunakan?"

"Justru sulit digunakan. Bahkan hingga ke tingkat yang mengerikan."

Jawab Master tanpa sedikit pun keraguan.

"... buang saja."

"Aku mau coba!"

"Ako, kamu baru boleh berkata begitu setelah belajar cara menggunakan kibor normal!"

Kami tiba di area terdalam sembari melanjutkan.

"Padahal baru sejauh ini, tapi rasanya lelah sekali."

"Tapi penyembuhan Ako semakin membaik, secara statistik, jadi lebih santai dari biasanya, 'kan?"

"Tapi ini tidak imut .... Rusian, kamu tidak masalah?"

Dia ini bicara apa?

Aku tidak akan bilang kalau penampilan maupun keimutan itu sama sekali tidak diperlukan, namun keindahan itu terletak pada kekuatan perlengkapan saat digunakan untuk berburu.

Itulah aturan memakai busana yang tepat.

"Mungkin ini untuk berjaga-jaga, tapi jelas aku lebih bersyukur atas kemampuanmu melindungiku ketimbang imutnya penampilanmu."

"Oh ..., begitu."

Setelah mengatakannya dengan senyum masam, mata Ako terbelalak seolah menyadari sesuatu.

"Betul, tidak peduli seimut apa itu, tidak ada artinya jika kamu mati, Rusian. Baik, akan kulakukan yang terbaik untukmu, Rusian!"

"... oh, oke."

Justru aku yang merasa tidak enak kalau dia berkata dengan ekspresi setulus itu.

"Baiklah, aku akan pergi mencari beberapa musuh dulu, jadi aku akan mengandalkanmu kalau mereka muncul di sini."

"Serahkan padaku."

Setelah melihat Master mengangguk tegas dengan ekspresi tenang, aku pun segera beralih pada dua orang yang tersisa.

"Aku juga mengandalkan kalian, Shiu, Ako."

"Ya, akan kugunakan kekuatanku yang tidak seberapa ini dengan sebaik-baiknya!"

"Akan kupastikan agar dia tidak membuat tambahan dana lagi."

"Bukankah aku bebas memakai uangku sendiri?! Kenapa malah begitu?!"

Meninggalkan ketiganya, aku mengumpulkan musuh.

Berusaha agar terkena serangan sesedikit mungkin, aku lalu berlari kembali ke markas.

"Teman-temaaan, aku akan kembali sekitar sepuluh detik!"

Rasanya begitu santai, tidak perlu mengetikkannya ke jendela obrolan sambil bergerak. Aku membuat Rusian berlari, menghindari serangan dengan mudah.

"Kamu bisa mengandalkanku, akan kumusnahkan mereka dengan sihir skala besar— ada apa, Schwein? Kenapa kau memegang tanganku?!"

"Itu karena! Kamu memakai! item berbayar! Bukan?!"

"Bukankah tujuan hidup penyihir adalah menunjukkan sihir luar biasanya?!"

"Lalu kenapa kamu malah memakai serangan dengan menghabiskan uang?!"

Perperangan yang terjadi di luar medan sesungguhnya itu justru semakin memburuk, tapi apa ini sungguh baik-baik saja?

"Sebentar lagi aku datang. Kalian siap?"

"Ugh, baiklah .... Ayo sini!"

"Oke, kemarilah!"

Keduanya mengambil posisi pada saat-saat terakhir.

Baiklah, mereka akan berhasil.

"Tigaaa, duaaa, satuuu, sekarang!"

Sihir es pun segera menghujam setelah karakterku masuk ke markas.

"Rasakanlah badai salju yang sempurna! Hahaha, waktu yang tepat!"

"Sempurna sekali sampai-sampai mereka semua mati karenamu, Master!"

"Kamu terlalu seenaknya!"

Terhantam sihir yang kuat sebelum mereka memutuskan target masing-masing, para monster segera mengalihkan target ke karakter penyihir yang Master kendalikan.

Karena sihir yang bukan dari item berbayar itu tidak bisa menghabisi semua musuh dalam satu serangan, para monster pun mengerumuninya.

"Bagaimana diriku yang sekarang dengan diriku yang biasanya sungguh berbe— itu pasti perkara harga diri dan uang ...."

"Badai salju sempurna, Master telah mati"

Ako menundukkan pandangannya dan membacakan doa yang sunyi.

"Tidak, yang benar saja, Master akan mati, tunggu, dia ..., dia benar-benar mati!"

Master tampak hendak ambruk, dikelilingi oleh kerumunan musuh.

Ya, itu akan terjadi. Sudah kuduga. Aku sudah menduganya sejak sihirnya tadi diaktifkan.

"Apa yang akan kamu lakukan terhadap ini?! Ako, hidupkan kembali, bangkitkan aku!"

"Eng ..., Rusian, ikon yang mana untuk membangkitkan?"

"Ketika pertempuran ini berakhir, aku akan menikahimu, Shiu!"

"Kenapa kamu sudah menyerah?!"

"Tapi kamu sudah menikah denganku! Apa yang kamu bicarakan?!"

"Ako, pergilah ke dinding, ke dinding!"

Meski begitu, sihir Master telah memberi pukulan telak pada kerumunan monster. Walau itu membawa kami ke ambang kematian, entah bagaimana kami berhasil menghabisi mereka.

"Tiba-tiba aku jadi lelah ...."

Master menyilangkan tangannya saat dia berbicara kepada Shiu dengan penuh rasa kemenangan, mengerang dengan tangan yang juga ikut melepas tetikusnya.

"Inilah hasil dari penolakan transaksi mikro. Ini yang akan terjadi ketika kita melakukan penghematan pada transaksi mikro. Dengarkan aku, transaksi mikro sama halnya dengan memberi sesembahan kepada manajemen. Hal yang wajar bila azab turun ketika kalian berhenti memberi sesembahan kepada manajemen, dewa kita. Ini tidak lain adalah ikatan takdir kita dengan langit."

"Berhentilah mencocokkannya dengan semacam agama!"

Sebuah gelembung obrolan orz meluncur keluar dari karakter Shiu di gim. Kalau aku membiarkannya, dia tampak hendak jatuh ke tanah juga pada kehidupan nyatanya. —bukan berarti aku tidak setuju dengan dia.

"Shiu-chan, kamu selalu menggunakan kata itu, tapi bagaimana cara membacanya?"

Keingintahuan Ako membuatnya bertanya.

"Orz .... Bukankah itu o-ar-zi?"

"Aku membacanya seperti, merosot, tahu?"

"Itu, Ooz, ooz, pokoknya itu .... Yah, kalau begitu, aku akan pergi sebentar, jadi lanjutkan saja"

"Mau ke toilet?"

"Tidak usah tanya."

Sambil melambaikan tangannya, Shiu pun meninggalkan ruangan.

Benar, ruangan ini terasa dingin karena dikhususkan sebagai ruang komputer, jadi dorongan itu mungkin akan datang lebih cepat.

Dengan kepergian Shiu, yang tersisa kini adalah kami bertiga.

"... baik, sekarang saatnya"

Aku tersenyum sewaktu mengucapkannya. Aku sudah mencari peluang ini sejak kami berangkat berburu.

Sembari sedikit mengendalikan karakterku, aku kemudian berjalan ke meja Shiu.

"Rusian? Ada apa?"

"Kamu tahu, Ako, jika kamu melakukan ini di sini ...."

Aku Mengutak-atik tetikus Shiu.

"Oh, aku punya item yang bagus jika kamu berniat melakukan itu."

Master — yang mengintip dari samping — ikut menimpali.

"Oh, itu tampak bagus."

"Manis sekali!"

Klik, klik, klik—

"Aku kembali .... Ako, apa aku masih hidup?"

"Masih sehat walafiat!"

Jawabnya dengan ekspresi pura-pura tidak tahu sewaktu Shiu memasuki ruangan.

"Aku akan kembali membawa musuh, bersiaplah!"

"Oke, oke, baiklah. Ya ampun, bisakah beri waktu aku ... sebentar?"

Shiu terhenti setelah duduk di kursinya dan menghadap ke monitor.

Ku, ku-ku-ku, seperti yang diharapkan.

Itulah tampilan tercengang yang memang ingin kulihat!

"Tunggu ..., hah? Eh, apa?"

"Shiu, aku menuju ke arahmu!"

"Menuju ke arahku, apa?! Apa ini?! Kenapa aku memakai kostum beruang sambil memegang daun bawang?!"

Ya, karakter Shiu benar-benar keluar dari aturan busana untuk berburu, dengan memakai kostum beruang yang hanya menonjolkan tampilan dan keimutannya serta dipadukan dengan sebilah pedang daun bawang — item lelucon dari suatu event.

Tentu saja itu ulahku bersama Master.

"Ayolah, serius, kita sedang di tengah pertempuran."

"Kepraktisan di atas keimutan, Shiu-chan!"

"Aku tidak ingin mendengar itu darimu, Ako! Beraninya kalian semua mengganti perleng— hei, musuh sudah datang!"

Aku baru saja melompat ke markas kami.

Kali ini aku telah mengatur jumlah musuh yang kubawa untuk mencegah jatuhnya korban, meski begitu, mereka tidak bisa dianggap remeh.

"Ayo, ayo, Shiu, berhenti membuang tenagamu dan bertarunglah!"

"Ah, ya ampun, baik, baik! Pokoknya nanti jangan salahkan aku, ya! Tunggu, wah, daun bawang ini kuat juga!"

"Ha-ha-ha-ha-ha, aku sudah melakukan enchant pada item itu hingga maksimal!"

Sebagai orang yang menyiapkan daun bawang tadi, Master pun tertawa terbahak.

Oh, dia serius. Itu memang mampu menghabisi musuh. Sebuah daun bawang yang konyol kuatnya.

"Master, digunakan untuk apa saja uangmu itu?! Ah, Schwein-chan ku ...."

Sebuah kostum beruang membantai musuh-musuhnya sambil mengayunkan sebuah daun bawang.

Pemandangan yang sangat surrealis.

"Apa yang sudah kamu perbuat!"

"Itu hanya lelucon kecil, jangan marah! Jangan ..., waduh?!"

Itu terjadi setelahnya, orang di balik karakter itu sendiri yang datang membantaiku.

Namun sayangnya, di sisi lain, ini bukanlah hal yang surealis, melainkan sebuah tindak kekerasan.


††† ††† †††


Bel penanda akhir kegiatan klub berbunyi sekembalinya kami ke kota setelah perburuan.

"Ah, itu jauh lebih melelahkan daripada perburuan kita yang biasanya ...."

Sambil mengangkat tangannya dari tetikus dan kibor, Shiu merenggangkan tangan sewaktu berbicara.

"Efisiensi kita meningkat dari biasanya, bukan?"

"Itu karena Rusian sempat mengambil alih kendali Ako di separuh waktu kita tadi, 'kan?"

"Kamu benar-benar hebat, Rusian."

"Kamu juga harus banyak berlatih."

Shiu meregangkan dirinya dengan erangan.

Kami sedang berada di tempat biasanya di kota — sebuah kafe.

Seperti biasa, Ako merapat ke sisi karakterku dan sebuah obrolan bisikan muncul dengan bunyi *pikon*.

◆ Ako: Kerja bagus, Rusian.

"Sudah kubilang, kamu tidak perlu melakukan itu, Ako."

Tidak akan ada bedanya yang sekarang dengan yang biasanya dulu. Aku ingin dia berbicara langsung padaku yang di sampingnya ini ketimbang Rusian, karakterku dalam gim.

"Ah, benar juga. Kalau begitu ...."

Sambil mengangguk, wajah Ako mendekat ke telingaku.

"Ap— hei, Ako ...."

"... kerja bagus, Rusian."

"~~~!"

Napas hangat menggelitik telingaku sewaktu dia membisikkannya.

Ako tetap dalam posisi itu saat tubuhku menegang.

"Terima kasih atas semuanya, aku merasa lebih berguna bagi yang lain ketimbang biasanya."

"Be-begitu, baguslah."

"... tapi kamu tahu ...!"

Lanjut merangkul lenganku, dipegangnya erat-erat sambil mencubitnya.

"Apa maksudmu tadi, Ketika pertempuran ini berakhir, aku akan menikahimu, Shiu!"

"Tidak, itu, yah, hanya bercanda."

"Kalau begitu harusnya kamu bilang itu ke aku. Rusian, aku benci kamu!"

Setelah mengatakan itu, Ako langsung pergi dariku.

Dan dia memalingkan wajahnya dengan gusar. Aku tidak bisa melihat ekspresi yang ditampakkannya.

"Ah, tidak, aku minta ma ...."

Dalam kebingungan, aku berusaha mencari alasan, dan Ako langsung menimpali seolah ingin memotong ucapanku.

"—aku bohong. Aku mencintaimu"

"Ah ..., Ako ...."

Berbalik menghadapku, Ako berbicara sambil bertingkah seperti kucing yang mengambek.

Sedikit demi sedikit, tubuhku menjadi lebih hangat hanya dengam menatapnya.

Meski hampir tidak ada bedanya dengan obrolan kami yang biasa, melakukannya dalam kehidupan nyata seperti ini .... Gawat, aku mulai terbawa arus. Tapi sungguh, aku mulai bertanya-tanya kenapa sampai begini?

Ekspresi Ako berubah dengan cepat dan dia menatapku saat aku bergumul pada pemikiran itu.

"Ba-bagaimana? Apa kamu sudah jatuh cinta padaku? Bukan, apa kamu jatuh cinta padaku lagi?"

"... yang tadi itu, kamu tidak perlu menambahkannya. Aku malah gagal jatuh hati."

"Ti-tidak .... Apa yang sudah kulakukan?"

"Tidak ada tombol mengulang. Ya ampun ...."

Sial, hampir saja aku jatuh hati kalau— tidak, tunggu, bukan begitu. Berbahaya, syukurlah aku berhasil bertahan. Bagus.

"Hei, Nishimura .... Apa kamu paham tujuan kita di sini?"

Segawa melihat ke arahku dengan pandangan jijik sembari percakapan berlanjut.

Eng ..., tujuan kami .... Ah, benar juga! Kami seharusnya mebuat Ako berhenti melanjutkan hal-hal tentang suami istri ini!

"Ah, betul, kalau dipikir-pikir, benar juga, hahaha ...."

"Sekarang bukan waktunya tertawa! Kami melakukan ini semua demi kalian!"

Shiu menggebrak meja. Tidak, sungguh, aku yang salah.

"Lagi pula, tujuan Klub Hiburan Komunikasi Elektronik Modern masih harus dituntaskan, tahu? Sepertinya ini akan menjadi keharusan untuk melanjutkan kegiatan klub besok."

"Eh, kita akan melanjutkan ini?"

"Kita bisa berhenti jika kamu mau."

Ako tersenyum dan berbicara sambil menunjuk komputer.

Godaan yang sulit ditolak karena spesifikasi komputer di rumahnya yang rendah. Bahkan Shiu menatap monitor di depannya dengan ekspresi pahit sebelum menghela napas, tampak seolah kalah.

"... yah, baiklah. Aku juga tidak menentangnya."

Ucap Segawa dengan kepala tertunduk.

"Tadi itu seru sekali, 'kan?"

"... aku harus menyetujuinya."

Aku ikut mengangguk pada tawa tulus Ako.

Meskipun itu bukan tujuan kami, ya. Itu sangat menyenangkan.

"Harus kuakui kalau tadi itu menyenangkan, tapi ...."

Segawa berbicara dengan lembut saat pandangannya perlahan melintasi kami kemudian menarik napas.

"Rasanya seperti batas antara dunia nyata dan gim ini mulai memudar ...."

"Kamu bilang apa, Schwein?"

Segawa menggelengkan kepalanya ketika Master mendadak bicara sambil tersenyum.

"Tidak juga. Intinya, itu sudah cukup, 'kan? Aku pulang dulu."

Segawa dengan cepat mematikan komputer dan meninggalkan kursi sambil membawa tasnya.

Dia menuju pintu tanpa menoleh, pergi begitu saja.

"Ah, hei, kamu mau pulang sendirian?"

"Memangnya aku pulang bareng kamu?"

"... benar juga."

Shiu memang hal yang berbeda, namun Segawa tidak akan pernah pulang bersama denganku. Itu sudah jelas.

Setelah melihat Segawa pergi dari ruangan, aku pun menegur Master.

"Bagaimana denganmu, Master? Apa juga ikut pulang?"

"Masih ada beberapa urusan yang harus kuhadiri di sekolah. Kalian berdua boleh pulang lebih dahulu."

Jawab Master dengan cara yang keren namun juga ceria.

Kami berdua, ya?

Dia sengaja menekankan kata berdua itu, 'kan?

"Kalau begitu, eng ...."

"Baiklah, ayo kita pulang, Rusian."

"... oke."

Aku tidak berkata apa-apa sewaktu menyusul Segawa dalam perjalanan pulang.

Segawa hanya akan tersentak karena terus dipanggil dengan nama Shiu-chan jika kami melakukannya.


"Hari ini sangat menyenangkan, ya, Rusian? Aku jadi tidak sabar menunggu besok."

"Yah, begitulah."

Ako menyipitkan mata ke arah mentari terbenam di depan rute sekolah kami dengan agak kelelahan sembari mengucapkan beberapa kata.

"Rasanya cukup melelahkan, selama beberapa hari ini berturut-turut datang ke sekolah ...."

"Memangnya hidupmu itu biasanya seperti apa ...?"

"Eng ..., ujung-ujungnya aku juga akan mengandalkan dukunganmu, Rusian, jadi kupikir itu akan baik-baik saja."

"Oi, tunggu dulu."

Bagaimana dia merencanakan masa depannya? Aku tidak ada niatan untuk menyetujui hal tadi.

"Eh, apa kamu lebih memilih berkeluarga dengan dua sumber penghasilan, Rusian?"

Bukan itu masalahnya.

Meski begitu, yah— kalau harus memilih ....

"Betul, dua sumber penghasilan itu lebih baik"

"Eh? Kamu bilang apa tadi?"

Ako balik bertanya.

"... aku bilang, dua sumber penghasilan itu lebih baik."

"Eh? Kamu bilang apa tadi?"

Ako langsung balik bertanya.

"Dua sumber penghasilan itu—"

"Eh? Kamu bilang apa ta—"

Ako balik bertanya, dan itu sekarang cukup mengganggu.

"Oi!"

"Kyaa!"

Aku mengejar Ako yang lari menuruni jalan sekolah sambil tertawa.

Tapi dengan fisik Ako yang kurang menunjang, aku pun berhasil menangkapnya setelah melakukan hal yang tidak bisa dianggap sebagai pengejaran ini.

"Jaga kelakuanmu, anak nakal!"

"Aku minta maaaf!"

"Dasar ...."

Setelah mengusap kepala Ako — yang mudah ditangkap itu — dia pun dengan gembira menyipitkan matanya dan tersenyum.

Aku melihat ke arahnya sembari sedikit merenung.

Apa dia sungguh jarang datang ke sekolah?

"...."

"Rusian? Ada apa?"

"Ah, bukan apa-apa. Hanya berpikir kalau aku mulai terbiasa dipanggil Rusian di depan umum."

"Ma-maaf, Nishimura-kun"

Setelah sekian lama, Ako baru bisa mengoreksi kesalahannya.

Ada beberapa murid di sekitar kami yang baru saja pulang setelah menyelesaikan kegiatan klubnya, dan aku merasa kalau mereka melirik ke arah kami. Tapi tetap saja, melihat aku yang seperti ini dan dalam hati berkata, Ini memang memalukan, ya, sepertinya aku telah mengembangkan beberapa ketahanan terhadapnya.

Bukan berarti aku butuh itu. Ketahanan tidaklah membantu.

"Eng ..., Nishimura-kun"

"Hmm ...?"

Ako menarik lengan bajuku setelah berjalan maju — tampak sedikit murung.

"Kalau kita berjalan seperti ini, apa kita juga terlihat seperti teman?"

"Yah, tentu saja begitu."

Biar bagaimanapun, kenyataannya kami memang sepasang teman.

"Lalu apa kita terlihat seperti sepasang kekasih?"

"Aku tidak bisa berkomentar."

Itu saja yang bisa kukatakan selagi kami berjalan bersama.

"Kalau begitu, apa menurutmu kita terlihat seperti para riajuu?"

"Aku pasti akan berharap cepat mati kalau kita sampai menjadi seperti itu."

Itulah kenyataannya.

Berjalan bersama seorang gadis manis yang menarik lengan baju kita. Sebuah hal yang pantas untuk diledakkan.

"Fufufu .... Makan itu, riajuu!"

"Santai, santai saja."

Kami berjalan menyusuri rute selagi aku menegur Ako yang tersenyum jahat.

Malam semakin mendekat diiringi matahari yang tenggelam.

Warna di sekitar mulai berubah dari oranye menjadi hitam pekat.

"Kalau seperti ini, kita bisa pulang telat, apa tidak masalah bagimu? Apa kamu sudah menghubungi orang tuamu?"

Tanyaku pada Ako dan dia menjawab sambil menatap ke depan, bukan ke arahku.

"Aku akan baik-baik saja. Orang tuaku juga jarang ada di rumah."

"... begitu."

"Soalnya kalau ada mereka, aku tidak akan bisa bermain setiap malamnya. Tidak, asal kamu tahu, aku akan mematikan komputer dan menyapa saat mereka pulang ke rumah."

Setelah mengatakannya, Ako mengalihkan pandangannya ke arahku dan tersenyum.

Padahal aku sendiri bermain dengan keluargaku di rumah— tapi kesampingkan itu dulu.

Suara Ako terdengar agak kaku ketika dia menyebutkan kalau orang tuanya jarang ada di rumah. Kata-kata itu dia ucapkan tanpa menatapku. Apa itu titik lemah yang ada pada dirinya?

Sial, dia sempat bilang kalau tidak punya teman, jarang datang ke sekolah, dan orang tuanya juga jarang ada di rumah.

"... eng ...."

"Nishimura-kun?"

"Tidak, bukan apa-apa .... Sebelum pulang, ayo kita makan roti daging di toserba dulu. Nanti separuhnya akan kubagi ke kamu."

"Apa-apaan, bukankah itu mirip seperti yang biasa dilakukan para riajuu?!"

"Ya, memang begitu, 'kan?"

Sambil mendorong punggung Ako dengan matanya yang berbinar, kami pun berjalan perlahan.

Sebisa mungkin aku berusaha mengenyampingkan bagian dari diriku yang berpikir ingin membantu gadis ini — dalam artian yang berbeda dari yang biasanya kulakukan di dalam gim.


Mundur
Lanjut

0 tanggapan:

Posting Komentar

 
;